Membangun Kehidupan Seni Rupa di Sumbar

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh Muharyadi
Kamis, 26 Mei 2005 09:35:17 Klik: 2445
Lebih empat bulan lalu di salah satu surat khabar lokal Padang, saya menulis apresiasi kegiatan pameran seni rupa Pekan Budaya VI Sumbar/Festival Minangkabau 2004 yang berlangsung 18 s.d 24 Desember 2004. Inti tulisan itu menyoal antara lain ; (1) Pameran sukses diikuti ratusan perupa asal sumbar dari berbagai daerah di Indonesia dengan karya-karya terbaik dipajang (2) Masyarakat dan pecinta seni rupa dari berbadai daerah dengan antusias menikmati sungguh-sungguh karya yang dipajang sesuai kadar apresiasi yang dimiliki (3) Mengingat tingginya animo masyarakat terhadap karya seni rupa maka sudah saatnya museum seni rupa ada di daerah ini agar setiap masyarakat setiap saat dapat menyaksikan karya-karya terbaik yang pernah dihasilkan perupa Sumbar (4) Perwujudan museum salah satunya didasari pertimbangan sejarah dan daerah ini sejak lama dikenal sebagai salah satu basis seni rupa di tanah air selain Yogyakarta dan Bali serta (5) Museum dapat dijadikan pusat studi dan kajian sejarah kesenian, media pembelajaran, media pemberdayaan sosial, media penyelamatan karya dan arena wisata seni dan budaya daerah.

Tulisan saya itu kemudian berkembang menjadi ajang polemik sejumlah seniman dan praktisi seni rupa Sumbar dalam beberapa bulan terakhir, ada yang bernada pesimis, optimis bahkan terdapat pro dan kontra perlu tidaknya museum seni rupa mengingat wacana pembuatan museum seni rupa Sumbar sudah lebih 30 tahun silam mengapung dalam berbagai kesempatan, baik di dalam maupun di luar Sumbar bahkan wacana tersebut mendapat respon positif dan dukungan dalam beberapa periode Gubernur. Namun hasilnya tetap saja tidak membuahkan hasil apa-apa alias tenggelam ditengah jalan.

Seniman memiliki ide-ide cemerlang disertai karya-karya terbaik dalam ukuran regional, nasional bahkan internasional sebagai modal pendirian museum diimbangi berbagai argumentasi mendasar. Sementara Gubernur selaku kepala daerah serta kalangan eksekutif dan legislatif lainnya yang berada dalam wilayah pengambil kebijakan dan keputusan belum memiliki political will terhadap pentingnya pembinaan dan pengembangan kesenian --- seni rupa "? secara sungguh-sungguh termasuk pendirian museum.

Kedua wilayah antara seniman dan kalangan pengambil kebijakan itu akhirnya tak bertemu dalam suatu stasiun yang namanya kesepakatan, kebersamaan, keutuhan dan saling pengertian terhadap posisi dan peran strategis kesenian sebagai mata rantai dari budaya yang berkembang ditengah-tengah masyarakat. Inilah bagian fenomena berkesenian di sumbar sejak lama.

Meski demikian, sesungguhnya perbedaan pendapat dan pandangan diatas tentulah tidak selalu harus dilihat dari segi skeptis dan pesimisme serta sikap pro dan kontra berbagai pihak. Bagaimana pun ia harus dikaji dan dimaknai, bahwa kesenian adalah bagian kebudayaan yang keberadaannya sulit diganggu-gugat. Persoalan sekarang bagaimana menempatkan kesenian sebagai jawaban pemenuh kebutuhan manusia yang hidup diatas bumi ini terhadap persoalan nilai-nilai dalam kerangka memperluas dan menganekaragamkan kegiatannya.

***

Berbagai tanggapan dan pandangan terhadap tulisan saya yang datang dari beberapa seniman dan praktisi seni rupa di daerah ini menyoal urgensi, fungsi dan peran strategis museum seni rupa di Sumbar, orang muda seperti Yasrul Sami Batubara dan Oktrian Ramli, keduanya seniman urang awak yang banyak menimba ilmu di perguruan tinggi seni Yogyakarta berpandangan bahwa, era kebangkitan senilukis Sumbar, sejak dulu hingga kini tak pernah pudar dalam peta senirupa di tanah air. Fenomena menarik dari perkembangan senilukis beberapa tahun terakhir selain diikuti dengan tingginya frekwensi pameran diberbagai, juga dianggap sebagai simbol eksistensi bersenilukis. Mengingat pelukis urang awak cepat beradaptasi dengan kemajuan senilukis dan ilmu yang ada didalamnya yang cendrung mengglobal.

Persoalan sekarang, apakah Sumbar cukup puas dan hanyut dengan euforia keberhasilan pelukis urang awak dengan hanya menyebut nama dan kebesaran masing-masingnya dalam memori sejarah panjang seni lukis di tanah air. Atau mungkin untuk sekedar diingat-ingat para praktisi dan pengamat seni rupa dalam berbagai kesempatan dan keperluan yang tak perlu didokumentasikan sebagai bukti sejarah seni lukis di alam jagad raya ini. Rasanya tentu kita tidak gegabah menilainya demikian. Karena ini adalah realitas budaya yang telah mengakar sejak lama di daerah ini.

Sementara seniman, pemerhati seni rupa dan dosen seni rupa UNP Padang, Muzni Ramanto, dalam pandangannya menyebutkan, jika lebih dari seperempat abad lalu seorang Gubernur seperti Bang Ali Sadikin (Gubernur DKI saat itu) telah memikirkan dan menganggap penting perlunya Museum seni rupa di Jakarta tentu dengan perhitungan yang sangat mendalam terhadap konstribusi yang sangat besar terhadap perkembangan Jakarta baik dilihat dari pembangunan yang bersifat fisik, non fisik maupun dari sudut finansial dan kultural.

Ali Sadikin tentu juga ingin menjadi tuan dinegeri sendiri. Artinya jangan sampai aset budaya seperti karya seni yang tidak ternilai harganya itu jatuh ketangan orang lain, apalagi orang asing lalu kemudian memboyongnya untuk dibawa kenegerinya dan meletakkannya disebuah museum.

Bila kita ingin melihat dan mempelajarinya kita harus pergi keluar negeri. Hal semacam ini hanya dapat dilakukan oleh segelintir orang-orang berduit saja. Tidakkah peristiwa semacam itu telah terjadi, dimana kalau kita akan mempelajari tentang Minangkabau, maka dokumennya banyak tersimpan di negeri Belanda nun jauh disana. Ketika kita datang ke Belanda tentu orang Belanda akan tersenyum dikulum dan di dalam hatinya akan berkata inilah bangsa yang tidak tahu menghargai nilai-nilai yang bernilai tinggi dan adiluhung, yang tidak tahu menghargai karya anak bangsanya.

Apakah kemudian kita akan mengulangi kesalahan yang sama ? Jawabnya tergantung kepada kita semua. Para seniman, budayawan, pengamat budaya sekali lagi memunculkan bahwa sudah saatnya di Sumatera Barat dibangun/diadakan museum. Namun wacana pendirian museum itu diharapkan tidak hanya sebagai angan-angan. Para seniman pasti tidak berdaya kalau kepada mereka ditanyakan hal-hal yang bersifat finansial, karena wilayah mereka pasti bukan disitu.

Disisi lain seorang pendidik, pekerja seni yang juga anggota LKAAM Sumbar, H. Am. Y. Dt. Garang, berpendapat bahwa museum salah satunya diibaratkan sebagai tempat tidurnya karya seni dan tempat beristirahatnya pemikiran manusia dari hiruk pikuknya rutinitas pekerjaan. Suatu ketika kita datang ke museum menyaksikan keragaman karya yang terpajang, pemikiran kita akan beristirahat atau berkelana ke alam yang penuh pesona dan dapat menenangkan tekanan yang menghimpit sebelumnya.

***

Berbagai pandangan serta sikap pro dan kontra terhadap berseni rupa sesungguhnya di Sumbar yang dikemukakan teman-teman seniman tersebut dari tulisan yang saya kemukakan diatas, tentulah harus dilihat sisi positifnya. Karena perbedaan pendapat dan pandangan adalah hal lumrah dan wajar guna menuju hakikat berkesenian sebagai konsekwensi mencari identitas dan jati diri.

Puluhan bahkan ratusan seniman seni rupa asal Sumbar yang tersebar yang bergulat di wilayah kreativitas dan ranah estetis dan artisitiknya sejak puluhan tahun silam hingga kini dengan karya-karya berharga yang pernah lahir, tentu tidak akan menjadi sia-sia, karena persoalan di luar konteks dan wilayahnya.

Data base dan buku-buku seni rupa secara priodesisasi seniman sejak lama hingga kini penting perannya, pembinaan dan pengembangan seni rupa baik berakar dari tradisi dan moderen secara berkelanjutan sangat dibutuhkan, pembinaan terhadap lembaga pendidikan kesenian, galeri serta berbagai komunitas kesenian diakui bernilai strategis, adanya museum seni rupa sebagai pusat peradaban budaya masyarakat apalagi !

Kita kini memang sedang dihadapkan pada sebuah nurani bagaimana berkesenian secara sungguh-sungguh agar tak diirasuki persoalan kebangkrutan kulutral yang menjadi kecemasan kita saat ini. ***

Muharyadi, pendidik, pelukis dan jurnalis

Harian Pagi Padang Ekspres, Minggu, 22 Mei 2005

 
Berita Wawasan Seni Lainnya

Video Pilihan


Pelaksanaan UKK KKBT Tahun 2022

Desain Interior dan Teknik Furnitur SMK N 4 Padang

Company Profile Program Pendidikan Inklusi SMKN Padang

Peta Jalan Pengembangan SMKN 4 Padang

Multimedia SMK N 4 PADANG lounching film karya siswa ...

Masterclass Cinematography (Benny Kadarhariarto) di ...

SMKN 4 PADANG BEKERJA SAMA DENGAN TNI UNTUK MENCIPTAKAN ...

RAJO - film animasi karya siswa SMKN 4 Padang
Login
Username:

Password:

  Registrasi?
Advance
Selamat Datang :
Guest(s): 0
Member(s): 0
Total Online: 0
NISN
test