Mengasyikan, Menggelikan dan Menyedihkan

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh Muzni Ramanto
Selasa, 10 Mei 2005 16:34:07 Klik: 1391
Mengasyikan, menggelikan dan menyedihkan. Itulah kata yang dapat kita lontarkan setelah membaca "munakasah"? (perdebatan) sekitar perlunya Balai Pajang (museum seni rupa) refresentatif di Sumbar.

Koran kesayangan kita ini secara berturut-turut telah memuat tulisan beberapa seniman dan budayawan tentang perlunya dibangun sebuah museum (balai pajang) seni rupa di Sumatera Barat. Tulisan Muharyadi dengan judul "Mestinya Museum Seni Rupa Refresentatif ada di Sumbar"? (Haluan, 1 Februari 2005). Disusul tulisan Yasrul Sami Batubara dengan judul "Sumbar Belum Memikirkan Pentingnya Museum Seni Rupa ?"? (Haluan, 15 Februari 2005). Lalu Oktrian Ramli dibawah judul "Karya-karya Masterpiece Asal Sumbar Perlu Diselamatkan"? ! (Haluan 22 Februari 2005). Kemudian disusul pula tulisan Adi Rozal seorang seniman, pemerhati budaya dan birokrat dengan judul "Apa Iya Museum Seni Rupa Sudah Perlu di Sumbar ?"? (Haluan, 15 Maret 2005).

Tiga tulisan (Muharyadi, Yasrul Sami Batubara dan Oktrian Ramli) pada hakikatnya menganggap museum seni rupa sudah perlu diwujudkan dengan berbagai argumentasi positif yang mendukungnya, baik sebagai media pembelajaran, sebagai wadah penghargaan, sebagai media pemberdayaan sosial, sebagai media penyelamatan karya dan sebagai media pengkondisian seni rupa.

Tulisan Adi Rozal secara tersirat juga menyetujuinya, namun karena kacamata yang dipasang adalah kacamata birokrat, maka wacana kehadiran sebuah museum perlu pula dilihat dari mana sumber dananya, siapa yang bertanggungjawab sebagaimana yang dilontarkannya. Kemudian apakah sudah betul-betul dipikirkan dengan cermat dimana lokasi museum akan dibangun ? Lalu biayanya dibebankan kepada siapa ? APBD propinsikah, bersama atau daerah tempat lokasi museum dibangun ? Lantas bagaimana pula strukturnya ? Dan karya-karya siapa yang akan diselamatkan ?

Ungkapan Adirozal diatas persis menggunakan kacamata seorang birokrat (Wakil Walikota) takkala seseorang menghadap dalam mengajukan sebuah proposal yang berisi permintaan bantuan (dalam pikiran sang birokrat bagaimana menolak proposal ini atau bagaimana meminimalkan bantuan yang diberikan).

Terlepas dari kacamata apa yang digunakan maka semua wacana di atas sangat perlu menjadi bahan pemikiran bagi para birokrat, kalangan legislatif untuk menjadi bahan renungan bagi seniman dan budayawan bahkan kita semua di Sumatera Barat.

Wacana yang Tergolong Telmi ?

Wacana tentang perlunya museum seni rupa (balai pajang-pen) pada hakikatnya dapat dikatakan Telmi (Telat Mikir), apalagi dilontarkan sekarang.

Lebih dari seperempat abad lalu tepatnya, Selasa 18 Januari 1977 saya telah menulis di Koran kesayangan kita ini dengan masalah yang sama. Judul tulisan saya saat itu adalah "Merindukan Sebuah Balai Pajang"?. Isinya persis seperti yang dirindukan para sahabat saya (muharyadi, yasrul sami batubara, oktrian ramli dan adi rozal) yaitu bagaimana di Sumatera Barat diadakan/dibangun sebuah balai pajang (museum) seni rupa refresentatif yang berfungsi sebagai wadah dokumentasi karya seniman Sumatera Barat, sebagai sumber informasi budaya dan seni, sebagai wadah untuk menambah dan memupuk apresiasi seni masyarakat terhadap karya seni, sebagai tempat pembelajaran, sebagai media penyelamatan karya seni seniman Sumatera Barat, sebagai wadah penghargaan terhadap prestasi seni yang telah dicapai seniman Sumatera Barat, baik yang berskala daerah, nasional bahkan internasional.

Tulisan itu diilhami oleh peresmian Balai Pajang di Jakarta, tanggal 20 Agustus 1976 yang memempati sebuah gedung yang bergaya "Neodorik"? di Taman Fatahilah Jakarta. Saat itu dipajang sebanyak 122 lukisan sejak dari karya Radeh Saleh Bustamam sampai karya S. Kun. Pameran dibuka tidak tanggung-tanggung yakni selama 100 hari. Angka 100 menunjukkan peringatan 100 tahun Seni Rupa Indonesia.

Kalau lebih dari seperempat abad lalu seorang Gubernur seperti Bang Ali Sadikin (Gubernur DKI saat itu) telah memikirkan dan menganggap penting perlunya Balai Pajang (Museum) di Jakarta tentu dengan perhitungan yang sangat mendalam terhadap konstribusi yang sangat besar terhadap perkembangan Jakarta baik dilihat dari pembangunan yang bersifat fisik, non fisik maupun dari sudut finansial dan kultural.

Ali Sadikin tentu juga ingin menjadi tuan dinegeri sendiri. Artinya jangan sampai aset budaya seperti karya seni yang tidak ternilai harganya itu jatuh ketangan orang lain, apalagi orang asing lalu kemudian memboyongnya untuk dibawa kenegerinya dan meletakkannya disebuah museum.

Bila kita ingin melihat dan mempelajarinya kita harus pergi keluar negeri. Hal semacam ini hanya dapat dilakukan oleh segelintir orang-orang berduit saja. Tidakkah peristiwa semacam itu telah terjadi, dimana kalau kita akan mempelajari tentang Minangkabau, maka dokumennya banyak tersimpan di negeri Belanda nun jauh disana. Ketika kita datang ke Belanda tentu orang Belanda akan tersenyum dikulum dan di dalam hatinya akan berkata inilah bangsa yang tidak tahu menghargai nilai-nilai yang bernilai tinggi dan adiluhung, yang tidak tahu menghargai karya anak bangsanya.

Apakah kemudian kita akan mengulangi kesalahan yang sama ? Jawabnya tergantung kepada kita semua. Para seniman, budayawan, pengamat budaya sekali lagi memunculkan bahwa sudah saatnya di Sumatera Barat dibangun/diadakan museum (balai pajang). Namun itu tentu sebatas wacana. Mereka pasti tidak berdaya kalau kepada mereka ditanyakan hal-hal yang bersifat finansial, karena wilayah mereka pasti bukan disitu.

Jika lebih seperempat abad silam seorang Ali Sadikin telah memikirkan dan mengimplementasikan buah pikirannya mendirikan Museum Seni Rupa, apakah kita telah termasuk Telmi (telat mikir), karena sekarang kita masih melakukan "Munakasah"? (perdebatan), masih tarik ulur, masih sekitar wacana perlu atau tidaknya sebuah museum seni rupa, ataukah kita semua di Sumatera Barat ini telah "Mati Rasa"? sehingga perjuangan kita masih berkisar sekitar perut, dan belum perlu memikirkan hal-hal yang bersifat nilai-nilai, hal-hal yang menyangkut masa depan generasi kita, budaya kita dan aset-aset yang tidak ternilai harganya, atau kita mengulangi kesalahan masa lalu dimana aset kita yang tak ternilai harganya itu dibawa orang lain. Inilah permasalahan yang menggelinding dan selalu bersipongang, sementara kita masih jalan ditempat.

Mestinya Tidak Lagi Sebagai Wacana

Karya seni rupa terutama lukisan yang dikategorikan sebagai masterpiece seniman asal Sumatera Barat telah bertebar dimana-mana diantaranya mungkin tidak diketahui lagi dimana keberadaannya, atau mungkin telah diboyong keluar negeri.

Untuk itu keberadaan suatu museum (balai pajang) seni rupa refresentatif mestinya tidak lagi menjadi wacana yang tak berkesudahan, akan tetapi sudah harus menjadi komitmen dan kemauan politik para pengambil kebijakan di ranah Sumatera Barat ini. Artinya keberadaan Museum (Balai Pajang) Seni Rupa tidak perlu lagi menjadi ajang "Munakasah"? (perdebatan), terlebih menyangkut perlu atau tidaknya, hal itulah yang saya katakan "Telmi"? (telat mikir).

Sebagai pertanggungjawaban penggagas saya mengusulkan kepada Seniman asal Sumatera Barat, baik yang berada di Sumbar maupun luar Sumbar untuk menyumbangkan satu atau dua dan bahkan lebih karya lukis milik yang bersangkutan yang nantinya dapat dilelang sebagai modal dasar pembangunan/pengadaan museum (balai pajang) seni rupa di Sumatera Barat.

Memancing tentu perlu umpannya ? Saya kira para sahabat saya akan sependapat ? Juga para pengambil kebijakan di ranah Sumatera Barat ini juga akan sependapat ? Semoga niat baik ini diridhoi Allah SWT. Amin !

Catatan Redaksi

Muzni Ramanto, Seniman, Budayawan, Peneliti, Staf Pengajar di jurusan Seni Rupa UNP Padang tinggal di Padang.

 
Berita Aktual Lainnya

Video Pilihan


Membuat Kalimat Capaian Pembelajaran di SISFO SMK4 ...

YUK DAFTAR SEKARANG JUGA, SMKN 4 PADANG SEKOLAH PUSAT ...

RAJO - film animasi karya siswa SMKN 4 Padang

Liyonkey Khoiri - Lurus Hati (feat. Jessya Iralivany ...

Cara Siswa Baru Daftar Ulang Memasukan Biodata Di Sisfo ...

Angkatan 2019 Kriya Kreatif Batik dan Tekstil SMKN 4 ...

Model Pembelajaran Problem Based Learning

Kucing Ayu Asri
Login
Username:

Password:

  Registrasi?
Advance
Selamat Datang :
Guest(s): 0
Member(s): 0
Total Online: 0
NISN
test