Berita / Wawasan Seni |
Bentuk, Kreativitas dan Penjelajahan Kemungkinan
Oleh Muharyadi | ||
| ||
Tiduran II | ||
Klik untuk melihat foto lainnya... | ||
Tak seperti seni lukis pertumbuhan dan perkembangan seni patung di Indonesia berjalan lamban ditandai minimnya frekwensi pameran, proses pengerjaan yang memakan waktu, terbatasnya ruang/tempat bekerja, bahan dan alat, hingga berpengaruh terhadap terbatasnya karya yang dihasilkan. Namun seni patung dengan jumlah seniman yang bisa dihitung dengan jari tersebut ternyata masih tetap berkarya, pameran dan berkarya lagi bahkan banyak pengamat menilai seni patung Indonesia sejak era tradisional hingga kini tetap menggeliat. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir karya-karya patung menjadi incaran kolektor, galeri dan museum. Kecuali seni patung Bali, pertumbuhan dan perkembangannya di Indonesia era tahun 1940 an terdapat kesenjangan antara seni patung tradisi dengan seni patung moderen. Gejala awal pertumbuhan seni patung moderen menurut Jim Supangkat, ditandai berbagai perubahan dan penafsiran yang tidak menyambung seni patung tradisional manapun, namun tak bisa lepas dari pengaruh seni patung moderen dunia sebagai rujukannya Dalam tradisi baru ini tidak segera terbentuk sebuah garis perkembangan. Tetapi setidaknya terdapat tiga gejala awal yang tidak berhubungan satu dengan lainnya. Pertama, akibat percobaan sejumlah pelukis membuat patung sebagai usaha mencari media ekspresi lain. Kedua, pembuatan seni patung melayani kebutuhan monument. Ketiga akibat perkembangan jurusan seni patung di perguruan tinggi seni rupa di tanah air. Tanda-tanda perkembangan baru lebih terlihat pada kelanjutan gejala ketiga yang diperkirakan terjadi tahun 1940 an. Dalam catatan sejarah pelukis Affandi merupakan perintis percobaan mematung pertama, bahkan Affandi sempat beberapa kali pameran patung di Jakarta. Selain Affanditerdapat Edhi Sunarso, Trubus, Rustamadji, Hendra Gunawan. Selain estetik, ekspresif dan spontanitas prinsip mematung yang terus bergulir hingga ke Edhi Sunarso era tahun 1960-an dengan sejumlah karya-karya monumentalnya di Jakarta yang mencoba memperkenalkan teknik baru, pengecoran perunggu dan pengembangan teknik guna menghasilkan monumen antara lain “Pembebasan Irian Barat”, “Dirgantara”, “Patung Selamat Datang Jakarta” dan sejumlah karya monumental lain di Indonesia. Gejala-gejala ini terus berkembang sejalan lahirnya pendidikan seni patung di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) sekarang ISI Yogyakarta dan Departemen Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (ITB). Inilah sesungguhnya awal kelahiran seni patung moderen di tanah air dengan beberapa tokoh seperti Edhi Sunarso, But Mukhtar, G. Sidharta dan Rita Widagdo dengan mengenal kualitas bentuk tiga dimensional meliputi, gagasan, teknik pengerjaan, idiom bagi ekspresi dan nilai estetik. Konsep pematung menempatkan ekspresi dan perasaan sebagai perubahan memahami idiom-idiom seni patung. Terdapat nuansa, kemudian berkarya dengan media keras. Ilham, gagasan, imajinasi yang mau tidak mau mengalami transformasi kegagasan bersifat bentuk didasari ilham dan ide. Kreatvitas dan Penjelajahan Kemungkinan
Sejarah yang tidak bisa diabaikan manakala orang membatasi perihal mematung sebagai percobaan pada awalnya dimana pematung (yang umumya dulu pelukis) mencampurkan citra melukis dengan citra mematung. Pematung Rita Widagdo merupakan tokoh pendidikan yang membangun kesadaran. Rita menantang unsur perasaan dalam mematung karena ia menciptakan bentuk murni tiga dimensi sebagai bentuk kongkrit. Artinya tidak mencitrakan apa-apa, kecuali kualitas bentuknya. Ia juga mengolah sensasi penglihatan dan rabaan, kepekaan rasa, tekanan dan tegangan guna mencari bahan yang cocok. Kemudan timbul gejala penjelajahan kemungkinan bentuk seni patung baru Indonesia yang sebagai konsekwensinya lahir patung abstrak. Sedemikian luas cakupan perjalanan seni patung di Indonesia, menyoal dari mana tema yang lahir? Umumnya bersumber dari alam. Alam menjadi guru seniman tak terkecuali pematung. Banyak pematung dunia membenarkan sumber dari alam. Lihatlah misalnya pematung seperti Michelangelo, Phidias, Praxiteles, Trubus dan Hendradjasmara dari Indonesia merupakan beberapa contoh pengagum alam yang mengilhaminya karyanya dengan kecendrungan abstrak.. Di Indonesia hadirnya kesendrungan abstrak menandakan munculnya seni patung moderen. Kecendrungan ini konon berhubugan dengan penyederhanaan bentuk sebagai penjelajahan dalam mencari kemungkinan sebagaii benang merah pertumbuhan dan perkembangan sebelumya. Kini menyoal trend patung di Sumatera Barat sebagai salah satu basis seni rupa di tanah air, maka pematung yang ada dan kebanyakan memperoleh pendidikan di Yogyakarta dan Bandung secara umum berkarya lebih bersifat situasional saat digelarnya pameran dan pembuatan monumen. Namun sejumlah pamatung yang juga pelukis terlihat bahwa kegiatan mematung lebih merupakan sambilan diluar melukis. Ketimbang Jawa dan Bali, seni patung kalah populer dibanding seni lukis di daerah ini. *** | ||
Berita Wawasan Seni Lainnya | ||
|