Dr. Adirozal, M,Si : SEPERTI APA MODEL PENDIDIKAN SENI UKIR PANDAI SIKEK ?

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh muharyadi_ra
Minggu, 19 Juni 2011 11:49:06 Klik: 3011
Hal yang melatarbelakangi munculnya sentra-sentra seni kerajinan dari data yang ada ternyata para perajin mengandalkan oral tradition sebagai warisan pendahulu yang telah memproduksi benda-benda seni kerajinan seperti anyaman pandan, rotan, tenunan songket, tembikar, krya logam, keramik, seni ukir kayu dan lainnya. Saat itu para perajin telah berhasil memadu bentuk, fungsi, sifat bahan, metode anggitan serta penerapan artistik hingga menjadi kesatuan yang dinamis.
Sementara Prof. Dr. Ibenzani Usman, pada pidato pengukuhannya sebagai guru besar bidang studi seni rupa dan kerajinan di IKIP (sekarang UNP) tahun 1994 lalu berjudul Seni Rupa, Ilmu dan Pendidikan”, menyebutkan ; “Karya-karya seni kerajinan di Sumatera Barat masa lalu benar-benar merebut perhatian masyarakat luas, bahkan karya-karya perajin di era penjajahan oleh para pemuka Belanda serta para ilmuwannya yang bertugas di Sumatera Barat kerap menjadikan hasil kerajinan sebagai barang koleksian”.
Tapi kenyataannya dilihat dari kondisi kekinian serta pengaruh budaya luar yang cukup kuat mewarnai kehidupan masyarakat kita, seni kerajinan yang berakar dari seni tradisional di Sumatera Barat, kelihatan hidup merana bak kerakap tumbuh di batu, “Hidup segan mati pun tak mau?” Kejayaan masa lalu kini nyaris tinggal kenangan sebagaimana yang kita lihat sekarang, ditambah lagi kurangnya perhatian pemerintah, pola pemasaran yang tidak jelas, kesulitan modal dan mitra kerja dan lain sebagainya membuat sektor seni kerajinan sebagai bagian dari kebudayaan yang ada makin luput dari perhatian.
Apa sesungguhnya yang terjadi pada seni kerajinan tradisional di daerah kita?  Kemudian apa pula yang melatarbelakanginya hingga ia disebut bak kerakap tumbuh di batu? Jawabnya tentulah multi komplek, diantaranya Sumbar dengan berbagai elemen yang ada dan secara substansial bersentuhan didalamnya meski melalui perjuangan yang cukup berat belum mampu mendorong apresiasi karya seni budaya di daerah secara terus menerus dan berkesinambungan, hingga perlindungan dan pengembangan warisan leluhur Sumbar sebagai esensi penanaman kembali di dalam diri generasi muda yang merupakan pewaris nilai-nilai budaya bahwa kebudayaan asli kita adalah sesuatu yang sangat luhur dan membanggakan, menjadi terpinggirkan.
Kearah itu salah satunya dari banyak konsep yang ada dan dapat dilakukan terutama pada seni kerajinan tradisional yang ada di daerah ini melalui pendidikan non formal diluar pendidikan formal, seperti yang dikemukakan Dr. Adirozal, M.Si kepada “Koran Padang” usai pembacaan disertasi program doktor ilmu pendidikan di UNP Padang beberapa waktu lalu yang mengangkat judul disertasi “Model Pendidikan Seni Ukir Pada Sanggar Tradisional Pandai Sikek Kabupaten Tanah Datar”.
Menurut Dosen STSI (sekarang ISI), pekerja seni dan mantan Wakil Walikota Padang Panjang (2003-2008) ini menyebutkan, pengajaran ilmu dan keterampilan seni ukir pada sanggar-sanggar tradisional di Pandai Sikek sebagai salah satu sentra seni ukir di Sumatera Barat selama ini belum didasarkan pada prinsip-prinsip ilmu kependidikan sehingga cendrung kurang terpola dan terencana dengan semestinya, ditambah lagi proses pembelajaran pada sanggar tradisional di Pandai Sikek belum sepenuhnya menerapkan prinsip-prinsip ilmu kependidikan diantaranya pembelajaran tidak disiapkan dengan baik sebelum proses pembelajaran terjadi. Artinya proses pembelajaran hanya terfokus pada transfer seni ukir yang mengabaikan nilai-nilai pendidikan dan budaya.
Selama ini, kata Adirozal sistem pendidikan di sanggar-sanggar tradisional Pandai Sikek, Tanah Datarm Sumatera Barat berjalan secara alamiah, karena diakui belum mendapat pembinaan pemerintah atau juga lembaga pendidikan tentang cara bagaimana mentransfer ilmu dan keterampilan mengukir hingga akhirnya proses pembelajaran belum sepenuhnya menerapkan prinsip-prinsip ilmu kependidikan.
Menurut Adi, begitu panggilan akrabnya, dari proses pembelajaran pada sanggar-sanggar seni ukir tradisional di Pandai Sikek ternyata telah mampu melahirkan tukang ukir kayu baru, tetapi setelah dianalisa dari teori kependidikan tampak beberapa aspek belum sesuai dengan harapan ideal dalam mewujudkan tujuan pendidikan, karena pamong belajar yang bertanggung jawab dalam mentransformasikan keterampilan seni ukir belum memahami sepenuhnya ilmu mendidik sehingga kurang memperhatikan keseimbangan tiga ranah perilaku pembalajaran seperti aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Pamong belajar hanya lebih memfokuskan pada ranah psokomotor yang mengakibatkan aspek kognitif dan afektif menjadi terabaikan. Akibatnya warga belajar yang dihasilkan banyak yang tidak menguasai cara mendisain motif yang baik dan sempurna, tidak mengetahui nama-nama motif, tidak mengetahui aturan tata letak motif pada rumah adat serta tidak memahami filosofi motif ukiran tradisional, ujar Adi memberi  penjelasan.
Akibatnya dari ketidakseimbangan itu lahir tukang ukir yang hanya terampil, tetapi tidak mempunyai sikap dan pemikiran yang baik terhadap ukiran pandai sikek khususnya dan Minangkabau umumnya. Pada hal dalam motif-motif ukiran minangkabau banyak terkandung nilai-nilai pendidikan yang berdasarkan filosofi ”alam takambang jadi guru” dan filosofi itu sendiri berangkat dari adat basandi syara’ dan syara’ basandi kitabullah.
Sebagai solusi, lanjut Adi, diperlukan adanya pembinaan, pelatihan kepada pamong belajar, artinya pelatihan diperlukan berkenaan dengan ilmu kependidikan sehingga pamong belajar masa yang akan datang dapat, (1) merencanakan pembelajaran dengan baik, mulai dari perencanaan materi, pemilihan metode, pemakaian media pembelajaran sampai evaluasi, (2) menyeimbangkan ketiga ranah perilaku kognitif, afektif dan psikomotor, (3) dalam proses pembelajaran dapat menerapkan berbagai komponen high touch dan high tech dengan baik.

Selain hal-hal ideal terdapat dalam seni ukir tradisonal itu sendiri di Pandai Sikek, masyarakat pemilik seni ukir yang didukung pemerintah kiranya dapat mempatenkan 130 motif ukiran tradisional yang sudah ada, kemudian sudah sewajarnya pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah membuat regulasi berupa PERDA (Peraturan Daerah) tentang pelestarian seni tradional sehingga masyarakat pemilik seni tradisional mau mempertahankan dan mengembangkan seninya, misalnya seperti seni ukir pemerintah perlu memerintahkan dan mewajibabkan setiap perkantoran yang dibangun dengan dana pemerintah harus ada bagian bangunan yang diukir, ujar Adirozal lagi. *** 

 
Berita Budaya Lainnya

Video Pilihan


DESAIN INTERIOR SMKN 4 PADANG SIAP PASARKAN PRODUK ...

Terakhir

Rin Hermana Ngaku Suka Cabut Saat SMK - CANGKEH PODCAST

Profil Jurusan Seni Lukis tahun 2021

Film Surga Untuk Mama Karya Siswa Multimedia SMKN 4 ...

Kendaraan Tradisional Bendi di Sumbar (Film Dokumenter ...

LAUNCHING BLUD 28 SMK SE SUMATERA BARAT

Kemeriahan HUT ke 78 RI di SMKN 4 Padang
Login
Username:

Password:

  Registrasi?
Advance
Selamat Datang :
Guest(s): 0
Member(s): 0
Total Online: 0
NISN
test