Sumbar Belum Memikirkan Pentingnya Museum Seni Rupa ?

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh Yasrul Sami Batubara
Selasa, 10 Mei 2005 16:28:53 Klik: 1889
Disela-sela diskusi seni lukis di Taman Ismail Marzuki, Jakarta tahun 1974 silam tokoh pelukis nasional asal Sumatera Barat, Oesman Effendi yang akrab dipanggil OE pernah melontarkan gagasan perlunya dibangun museum seni rupa refresentatif di sumbar. Alasannya, Sumbar selain basis seni lukis di tanah air juga banyak tokoh-tokoh pelukis nasional dengan karya masterpiece hasil pergulatan kreativitas dalam peta seni lukis tanah air yang perlu diselamatkan.

Perlunya museum menurut OE; "di Sumbar banyak pelukis, banyak karya-karya bagus yang dihasilkan, banyak orang gemar melukis, banyak anak-anak berbakat dan belajar menggambar, banyak orang senang dengan karya lukis, di daerah ini ada sekolah dan perguruan tinggi yang mempelajari dunia seni rupa dengan seluk beluknya"? !

Gagasan/ide ingin mewujudkan museum seni rupa di Sumbar sudah ada sejak lama. Bahkan dalam gelar pameran tunggal pelukis Nashar -- sang Van Goghnya versi Indonesia -- kelahiran Pariaman, 1933 di Taman Budaya Sumbar tahun 1993 lalu gagasan serupa juga muncul diikuti kemudian tahun 1996 saat pameran besar alumni SSRI/SMSR Negeri Padang se-Indonesia yang mendapat respon positif Gubernur Sumbar, saat itu dijabat Drs. Hasan Basri Durin.

Sayangnya gagasan tersebut hilang ditengah jalan. Banyak kalangan berpendapat, Sumbar memang belum memiliki komitmen akan pentingnya museum refresentatif sebagai bagian integral pembangunan seni dan budaya ditengah-tengah maraknya perkembangan seni rupa di tanah air.

Karena itu, apa yang dilontarkan Muharyadi melalui tulisannya di harian ini, Selasa 1 Februari 2005, halaman 7 sebagai kilas balik pameran seni rupa Festival Minangkabau Tahun 2004 lalu berjudul "Mestinya Museum Senirupa Refresentatif Ada di Sumbar !"? dengan sub judul "Melihat Karya Seni Rupa Sudah Menjadi Kebutuhan Rutin Masyarakat"? sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru bagi kita. Tahun 1996 Muharyadi juga menulis di ruang Budaya Haluan, menyoal pentingnya museum seni rupa sebagai baromoter kesenian, pusat studi dan kajian sejarah dan sarana hiburan masyarakat yang berbudaya.

Gagasan/ide pentingnya museum seni rupa selama ini hanya menjadi wacana yang tak berkesudahan sejak puluhan tahun silam. Sumbar dengan segala potensi yang ada ditunjang pula keberadaan kalangan eksekutif dan legislatifnya dalam beberapa priode ternyata tak memiliki political will serta komitmen memikirkan pentingnya museum sebagai pusat kajian sejarah budaya untuk generasi mendatang yang memiliki makna dan nilai-nilai peradaban manusia, edukasi yang bernilai hiburan dan wisata didalamnya.

Kita sepakat mengatakan museum seni rupa sangat penting peranannya. Mengingat banyak karya masterpiece dari seniman-seniman terkemuka asal Sumbar di tanah air. Karya-karya tersebut perlu diselamatkan museum sebagai tolok ukur sejarah perkembangan seni rupa sejak dulu hingga kini. Selain itu museum juga merupakan sarana pembinaan dan pengembangan seni rupa secara berkesinambungan ditunjang adanya jaringan kerja yang kondusif berangkat dari potensi-potensi yang dimiliki Sumbar saat ini.

Dalam beberapa TAP MPR digambarkan, bahwa : "Pembinaan dan pengembangan kesenian sebagai ungkapan budaya bangsa diusahakan agar mampu menampung dan menumbuhkan daya cipta para seniman/pekerja seni, memperkuat jati diri bangsa, meningkatkan apresiasi dan kreativitas, memperluas kesempatan masyarakat untuk menikmati dan mengembangkan seni budaya bangsa serta memberikan inspirasi dan gairah membangun"?.

Memaknai TAP MPR dimaksud, kita bertanya dalam diri, sejauh mana pembinaan dan pengembang kesenian sebagai ungkapan budaya di daerah ini berjalan dalam koridor yang benar ? Sejauh mana ia mampu menampung dan menumbuhkan daya cipta seniman/pekerja seni dalam memperkuat jati diri daerah ? Serta sejauh mana mampu meningkatkan apresiasi dan kreativitas memperluas kesempatan masyarakat untuk menikmati dan mengembangkan seni budaya yang memberikan insprirasi dan gairah membangun ?

Mutiara Dalam Lumpur

Membenahi seni rupa sebagai jati diri masyarakat yang berbudaya melalui wujud membangun museum seni rupa, memang bukan pekerjaan gampang dilakukan, tapi bukan berarti sulit dilakukan asal semua pihak mempunyai visi dan misi menjadikan museum sebagai lambang atau simbol berkesenian secara sungguh-sungguh yang identik dengan lambang kemakmuran masyarakat yang memiliki akar seni dan budaya yang kuat.

Mendirikan museum seni rupa harus didukung semua pihak baik kalangan eksekutif, kalangan legislatif, kalangan seniman sebagai bagian masyarakat, tersedianya sumber dana yang cukup, lokasi museum yang strategis, adanya koleksi museum, adanya petugas yang mengelola didukung SDM yang memadai, perangkat hukum yang mendukung, kalender kegiatan museum yang jelas secara periodik. Terlebih dalam waktu dekat akan difungsikannya bandara Minangkabau Internasional Airport (MIA) yang berarti museum bakal menjadi salahsatu incaran pengunjung nasional bahkan internasional.

Menyikapi fenomena seni rupa Sumbar selama ini, bahwa kondisi realitas yang membenarkan banyaknya perupa asal Sumbar tumbuh, hidup dan berkembang dengan segala kreativitasnya di luar Sumbar seperti di Yogyakarta, Jakarta, Bandung dan Bali merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. Sementara berseni rupa di Sumbar ternyata tidak kalah menarik, meski geliatnya tidak sedinamis di luar Sumbar.

Kerisauan berseni rupa yang sejak lama tidak pernah berakhir, memang sudah pantas dicarikan solusinya, agar ia dapat tumbuh, hidup dan berkembang di daerahnya sendiri. Banyak pihak berpendapat potensi seni rupa di Sumbar bagai mutiara yang tersimpan dalam lumpur dan belum terkondisikan menjadi bagian yang tak dapat dipisahkan dari masyarakatnya.

Penyadaran tumbuh berkembangnya seni rupa "? melalui pembangunan museum seni rupa refresentatif di Sumbar "? sebagai pusat sejarah dan tolok ukur berkesenian secara sungguh-sungguh memang pantas disikapi dalam era yang kini terasa mengglobal. Bagaimanapun berkesenian tidak terpisahkan dari permasalahan sosial, politik, ekonomi dan budaya.

Kita menyadari, persoalan penciptaan kesenian bukan hanya tertuju pada ekspresi estetis yang bersifat individual dan berada di menara gading, tetapi merupakan ekspresi dan tanggungjawab sosial seniman pada masyarakat satu diantaranya adalah pembelaan seniman terhadap ketidakadilan, persoalan kesenjangan sosial, kemiskinan, hak-hak asasi manusia dan lainnya melalui karya seni rupa adalah sesuatu yang syah dalam ungkapan ekspresi estetis maupun tanggungjawab sosial sebagai anggota masyarakat.

Sikap seperti ini bukan semata upaya mencari ciri kedaerahan (chauvinisme) yang berlebihan dan bersifat kebentukan, penggayaan atau mungkin ciri-ciri lain secara sempit, tetapi lebih menempatkan seni rupa dalam konteks budaya masyarakat dengan kekhasannya. ***.

Catatan Redaksi :

Yasrul Sami Batubara, Alumni SMSR Negeri Padang (1993), ISI Yogyakarta (2000) kini staf pengajar di jurusan seni rupa UNP Padang.

 
Berita Aktual Lainnya

Video Pilihan


Peta Jalan Pengembangan SMKN 4 Padang

Terakhir

Model Pembelajaran Problem Based Learning

SMK Negeri 4 Padang - Sekolah Orang Kreatif

si BUYUNG - Film Animasi karya siswa multimedia SMKN 4 ...

Cover lagu Tenang - Yura Yunita

Hans De Kraker KAMPANYE FILM INDONESIA DI SMKN 4 PADANG

Herisman Tojes Pelukis Nasional Surealisme dari SMKN 4 ...
Login
Username:

Password:

  Registrasi?
Advance
Selamat Datang :
Guest(s): 0
Member(s): 0
Total Online: 0
NISN
test