Tanda Tanya : Harga Pantas untuk Sebuah Design

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh suroso
Rabu, 25 Juli 2007 09:15:42 Klik: 3171

Dari beberapa kali menangani side project, saya bisa ambil beberapa contoh faktor. Diantaranya :

  • Geografis : dimana saya menjual design tersebut. Harga di Bandung, Jakarta, Sumatera, atau Indonesia bagian Timur tidaklah sama.
  • Edukasi : kepada orang yang  apresiatif terhadap pekerjaan komunikasi visual tidaklah sama dalam memberikan pengHARGAan kepada kita dibanding orang yang selewat.Selewat maksudnya disini, orang tersebut menganggap design bukanlah satu perkerjaan khusus, tapi merupakan bagian pelengkap dari satu proses.
  • Bonafitas : Waserba kecil yang mencoba menggeliat meningkatkan citra warungnya tidaklah sama dengan pabrik makanan skala menengah yang sudah mapan, yang mencoba melakukan revitalisasi pada etiketnya. Atau perusahaan korporat bisnis tidak akan sama dengan yayasan atau organisasi yang baru berdiri.
  • Personal : ini penting sekali.Sederhana saja, bila kita terima pekerjaan dari broker pasti nggak sama bila kita terima dari owner langsung. Broker biasanya lebih kritis masalah harga.Bisa jadi lebih kritis dari ownernya sendiri, atau bahkan komentar untuk revisi design lebih pedas dan mendikte dari ownernya sendiri. Juga jangan salah, kalau ketemu owner yang pelit bisa jadi lebih parah dari urusan dengan broker. Tapi pengalaman selama ini, owner biasanya lebih apresiatif dan respek. Kesimpuan sementara : bila bagi para owner masih menguntungkan biasanya mereka nggak akan rewel.

Kesimpuan akhir, kalau kita terlalu idealis dalam menentukan harga, biasanya job Cuma berkunjung satu kali.Juga jangan terlalu egois dalam menerima revisi atau kritikan dari para owner –yang punya uang dan job itu mereka kok. Kita perlu membawa ngobrol para owner : :”Gini lho yang lebih baik, tapi kalau bapak punya ide lain yang barangkali  lebih cocok akan saya coba laksanakan.Nanti kita evaluasi mana yang paling menjual.” Biasanya, setelah mereka melihat ide mereka divisualisasikan dan kurang menjual, alihannya akan pilih pada alternative awal yang punya kita.

Sebisa mungkin bila masih dalam tahap merintis —seperti saya rek!—diusahakan untuk tidak menjual design hanya dalam bentuk print out saja+cd. Kalau orang pesan kemasan, flyer atau etiket biasanya saya memberi print out, progressive proof, film separasi atau artwork digital. Dengan demikian saya bisa menarik ongkos lebih untuk pekerjaan saya, kelihatannya ribet sih cuma cukup jitu dalam rangka memahalkan harga

Terakhir sekali, kalau nama kita udah laku di pasar, biasanya harga akan mahal dengan sendirinya.Tapi untuk jadi ekspert, tentunya kita nggak bisa ujug-ujug ngerjain job besar, mesti dari job pinggiran dan gurem –istilah saya lho, jangan diadaptasi.Dan saya lagi senang-senangnya ngerjain job gurem…he…he…(bandung, Juli 2007, opini lain pada blog suroso.com)

 

 

 

 
Berita Sekolah Lainnya

Video Pilihan


RAJO - film animasi karya siswa SMKN 4 Padang

Upacara Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ...

Surga Untuk Mama

Terakhir

Company Profile Program Pendidikan Inklusi SMKN Padang

Wooden Boy - Film Animasi karya siswa SMKN 4 Padang

Rin Hermana Ngaku Suka Cabut Saat SMK - CANGKEH PODCAST

Karya siswa multimedia SMKN 4 Padang - Juara 3 Iklan ...
Login
Username:

Password:

  Registrasi?
Advance
Selamat Datang :
Guest(s): 0
Member(s): 0
Total Online: 0
NISN
test