Berita / Budaya |
EKSPRESIONISME, DISTORSI BENTUK DAN WARNA
Oleh muharyadi | ||
| ||
Dalam teori, lukisan ekspresionisme berusaha menggambarkan atau melukiskan aktualitas yang sudah didistorsikan kearah suasana bentuk dan warna guna melahirkan emosi ataupun sensasi dari dalam berupa gambaran tragedi, kekerasan serta berbagai dinamika dan peristiwa yang direkam pelukis untuk divisualisasikan kepermukaan kanvas. Teori lain tentang ekspresionisme juga menyebutkan, bahwa mazhab ini mengutamakan curahan batin sendiri secara bebas dan mengungkap perwatakan atas suatu gejala, lebih jauh sampai kepada pengungkapan renungan batin yang bebas dari kenyataan diluar dirinya. Namun pada hakekatnya semua karya seni termasuk ekspresionisme, karena memang merupakan ekspresi seniman. Karya bersifat subjektif dan ungkapan sebebasnya dari seniman biasanya digolongkan ekspresionisme. Kemudian pelukis tidak melukiskan pandangan mata melainkan perasaan hati, bukan lahiriah tetapi kejiwaan, misalnya melukis panasnya “anglo” atau “tungku api” tidak dengan pewarnaan coklat tua warna asal bahan, melainkan merah membakar yang memancarkan panas diperkuat unsur garis sebagai peranan penting yang tidak boleh diabaikan, mengingat garis dapat melahirkan perwatakan atau ekspresi. Baik warna maupun bentuk banyak yang diubah sedemikian rupa hingga mendorong pelukisan suasana warna dan bentuk. Bahkan Worringer pernah mengatakan bahwa karya-karya ekspresionisme kebanyakan terdapat suatu tendensi kearah individualistis pribadi-pribadi yang tidak menumbuhkan nilai sosialnya, tetapi justru yang hadir kesadaran terhadap isolasi orang lain disekitar kita. Kemudian pendapat Daumier, bahwa hal yang seyogyanya selalu kita lihat dalam menyoal individualistis karena adanya kesadaran seniman untuk mengisolasi diri dan menemukan inspirasi serta motivasinya diri sendiri. Batasan yang paling spesifik perihal ekspresionisme kemudian terus bergulir bahkan berkembang mengarah kepada ”sesuatu” kecendrungan penggayaan/style, mazhab atau aliran seni lukis abad 20 yang lahir di Jerman yang dalam beberapa saat berkembang disana. Tokoh-tokoh berpengaruh diantaranya adalah Franz Marc (1880-1916) dengan melukis binatang bebas tanpa mempedulikan anatomi. Tiap warna yang dioleskan dan goresan garis mempunyai arti mendukung ungkapan perwatakannya. Tokoh lainnya diantaranya : Vincent Van Gogh, P. Gauguin. Henri Matisse, Andre Derrain
EKSPRESIONISME MURNI DAN EROPA UTARA
Menyimak perjalanan seni lukis ekspresionisme kecuali peformance karya-karya yang pernah dihasilkan para seniman, ternyata ekpresionis-ekspresionis yang muncul kepermukaan yang dinilai murni berasal dari seniman-seniman Eropa utara lebih dikenal dekat dengan sifat-sifat Worringer. Dari Belanda ada Van Gogh, Jerman dan Rusia tercatat Kandinsky, Jawlensky. Sementara Van Gogh, Paul Gauguin banyak berpengaruh timbulnya ekspresionisme di Jerman. Pelopor dari Swiss Ferdinant Hodler (1853-1918), Belgia, James Ensor (1860-1949) dan Edward Munch (1863-1944). Yang menarik perhatian menyoal eksperesionisme manakala terdapatnya pertentangan dua kubu kecenderungan penggayaan/style antara klasikisme dan romantisme yang intinya pertentangan kalangan pembina klasikisme-romantisme Paris dengan kaum ekspresionisme. Dari banyak pendapat yang terus menggelinding, ekspresionisme sering disebut lawan impresionisme yang hanya berusaha melukiskan kesan optik dari sesuatu guna melihat dunia sebagai sebuah tempat yang indah penuh warna, penuh dinamika. Sementara ekspresionisme menjelajah jiwa yang pancarannya keluar merupakan kegelapan yang menyelubung dunia. Tahun 1905 kelomopok Die Brucke bertepatan lahirnya kecenderungan penggayaan/style Fauvisme di Dresden maka saat itu pula segera terbentuk gerakan ekspresionisme secara resmi pertamakalinya di belahan dunia ini, meski waktu itu istilah ekspresionisme belum dipakai. Enam tahun kemudian muncul nama ekspresionisme sesungguhnya dengan para pelopor pembentukannya antara lain Ernst Ludwing Kirchen (1880-1938), Max Pechsten (1884-1955), Emil Noide (11867-1956) dan Otto Mueller (1974-1930). Karya-karya yang menonjol kelompok Die Brucke antara lain ; ”Jalan di Berlin” (1913) dan ”Jalan di Dresden” karya Kirrshner, ”Kolam di hutan” (1910) karya Heckel, ”Lofthus” (1911) Schmidt Rottluff, ”Orang India dan wanita” (1910) Pechstein, ”Tiga gadis dalam hutan” (1920), ”Sepasang Pecinta” (1919) merupakan karya terbaik ekspresionis Mueller sementara karya pelukis Noide adalah ”Penari lilin” (1912) dan ”Pemakaman” (1915). Tetapi kelompok Die Brucke tentulah tidak berjalan sendiri-sendiri karena masih banyak sejumlah pelukis lain dari Eropa yang turut memperkaya suasana bersenilukis, bahkan ada yang tidak sepaham dengan kelompok Die Brucke seperti kelompok seniman-seniman Blaue Reiter seperti Alexei Von Jawlensky kelahiran Rusia (1884-1941), Lyonel Feininger (1891-1956) dan Paul Klee (1879-1940). Ketiga mereka dan diperkuat pelukis Kandinsky tahun 1934 membentuk kelompok Die Blauue Vier yang merupakan kelahiran kembali kelompok Reiter. Hal menarik sepanjang perjalanan ekspresionisme terutama saat paling ganas perang dunia pertama, para pelukis ekspresionis saat itu merasa tidak sehati dan tidak cocok dengan non obyektivitas serta nafas segar dari kelompok kaum Blaue Reitter karena tidak sesuai dengan emosionallitas Brucke yang terlalu individual dan kurang sesuai pada situasi masalah umum. Dengan demikian bermunculanlah kaum atau kelompok yang beranggotakan sejumlah pelukis dengan menggambarkan masalah-masalah umum yang tidak terwadahi kelompok pelukis lain saat itu. Di tanah air berangkat dari perjalanan panjang kaum ekspresionisme dunia bermunculan sejumlah nama-nama yang kuat karya-karyanya dalam peta seni rupa diantaranya terdapat nama Affandi, Mardian, Zaini. Pelukis maestro Affandi diantara sejumlah pelukis ekspresionis yang ada di Indonesia dinilai sangat kuat dalam karya-karyanya yang ekspresif dengan garis-garis liar dan lancar dipermukaan kanvas tanpa kehilangan nilai estetika tinggi, lihat sejumlah karya-karyanya yang kini tersimpan rapi disejumlah museum dan galeri di tanah air serta beberapa diantaranya terdapat di museum Asia dan Eropa. *** Muharyadi, pendidik, pengamat masalah seni dan jurnalis tinggal di Padang
| ||
Berita Budaya Lainnya | ||
|