Berita / Pameran |
Mestinya Museum Seni Rupa Refresentatif Ada di Sumbar !
Oleh Muharyadi | ||
| ||
Kegiatan pameran seni rupa di Festival Minangkabau 2004 sejak 18 s.d 24 Desember lalu di Taman Budaya Sumbar, melibatkan seniman asal Sumbar diberbagai daerah tanah air, ternyata dipadati pengunjung, tidak saja dari Sumbar tapi juga dari daerah tetangga seperti Pekan Baru, Jambi, Lampung, Bengkulu bahkan dari Jakarta dan Yogyakarta serta sejumlah turis mancanegara yang berlibur ke daerah ini. Pameran yang dimulai pukul 9.00 s.d 22.00 Wib itu setiap hari sedikitnya dikunjungi 400-500 orang bahkan dihari penutupan, Jum"at (24/12) dikunjungi 800 orang lebih dengan beragam status pendidikan, profesi serta apresiasi terhadap karya seni rupa, ujar koordinator pameran seni dan budaya, Drs. Achyar Sikumbang. Apa sesungguhnya hingga masyarakat antusias menyaksikan pameran ini ? Kita bisa menduga, mengingat pada perhelatan besar ini 103 seniman asal Sumbar sejak era Wakidi (1890-1979) hingga generasi sekarang turut berpameran baik yang berada di Sumbar, Jambi, Riau, Lampung, Jakarta dan Yogyakarta yang didasari perkembangan seni rupa itu sendiri dengan batasan ruang (spasial) dan waktu (temporal). Di ajang perhelatan itu, secara periodesisasi selain karya Wakidi juga ditampilkan karya pelukis istana zaman Bung Karno, Itji Tarmizi berjudul ."Potret Diri"?, cat minyak diatas kertas, 40 X 60 cm (2000), sketsa Ipe Mak"ruf, "Istirahat"?, tinta, 20 X 20 cm (2001), Hasan Basri Dt. Tumbijo, "Kincir"?, cat minyak 110 X 90 cm (1988) dan Syamsul Bahar, "Lembah Harau"?, 100 X 70 xm (1996), Amir Syarif, "Al-Baaqi"? cat minyak, 77 X 97 cm (2004), Arby Samah, "Tigo Tungku Sajarangan"? (Patung Kayu), 45 X 40 X 10 cm (1999) dan lainnya. Di angkatan 1970-an tampil Nazar Ismail, "Turun Mandi"? cat minyak, 100 X 135 cm (2004), Fauzi , "Pilih Diantara Tiga"?, 70 X 79 cm (2004), Armansyah Nizar, "Menyeberang Danau"?, 50 X 70 cm (2002), Am. Y. Dt. Garang, "Gunung Mas"?, Mixed media, 80 X 80 cm (2002), Syaiful Adnan, "Al-Hujat 13"?, 100 X 100 (1996), Yose Rizal, "Wajah Yang Hampir Punah"? (Harimau Sumatera)"?, 80 X 100 cm (2004), Idran Wakidi, "Senja Menjelang Malam"?, 60 X 80 cm (2004). Periode 1980-an tercatat, Zulhelman, "Larangan Berzina"?, cat minyak 80 X 80 cm (2004), Ardim, "Puisi Untuk Ibu"?, 90 X 90 cm (2004) , Firman Ismail, "Di Balik Jendela"?, 80 X 90 cm (2004), Abdul Hafiz, "Kampung Halaman"?, 65 X 85 cm (2004), Amrianis, "Ceremony Of Bedug"? 100 X 150 cm (2002), Zulkifli Mukhtar, "Perahu"?, 60 X 90 cm, Ramizal, "Terombang Ambing"?, 90 X 120 cm (2000), Mirza Adrianus, "Tiga Pencalang Satu Tambat"?, 45 X 60 cm (2003), Trikora Irianto, "Bunga Belukar"?, 80 X 80 cm (2004). Angkatan 1990-an tampil Herisman Tojes, "Putaran Keseimbangan"?, 135 X 135 cm (2004), Dwi Augustyono, "Buah Khuldi"?, 145 X 145 cm (2004), Evelyna Dianita, "Saisuak"?, 90 X 115 cm (2004), Adi Rozal, "Nokhtah Merah"?, 80 X 100 cm (2004), Zirwen Hazry, "Ironi"?, cat minyak, 100 X 100 cm (2004), Metrizal, "Sisi Kehidupan"?, 50 X 70 cm (2004), Yasrul Sami Batubara, "Warning In"?, 100 X 100 cm (2004), Elvis, "Manusia"? (patung), 100 X 35 X 30 cm (2004) dan lainnya. Angkatan paling muda tahun 2000-an tampil Budiman, "Minangkabau"? , Mixed Media, 85 X 100 cm (2004), Bestrizal, "Sungai Siak"? , cat minyak, 80 X 110 cm (2004), Asril AF, "Pasar Terapung"? , 45 X 60 cm (2004), Marwan, "Doa Keselamatan"? , multi media" 87,5 X 107 cm (2004), Irwandi, "Berbunga-bunga"?, akrilik, 70 X 90 cm (2004), Iswandi, "The Big Nest"? , cat minyak 100 X 157 cm (2004), Hendra Sardi, "Babaliak"? , 100 X 145 cm (2004), Meistoria Ve, "Penantian Dalam Bingkai Samar"? , 70 X 80 cm (2004) serta puluhan nama lain. Di pameran ini sejumlah lukisan diboyong kolektor, diantaranya lukisan Harisman berjudul "Semesta"? 100 X 120 cm (2004) dikoleksi Kajati Sumbar Antasari Azhar, SH, MH dan karya Abdul Hafiz "Kampung Halaman"? , 65 X 85 cm (2004) oleh Wakil Walikota Padangpanjang, Drs. Adi Rozal, M.Si, karya Dwi Augustyono berjudul Buah Khuldi, 145 X 145 cm (2004) dan karya Heldi judul Konstruksi Minangkabau, akrilik, 120 X 120 cm (2004) dikoleksi Arnold Roth warga Jerman Barat, ujar panitia Nazar Ismail menjelaskan. Dari frekwensi pengunjung dan transaksi jual beli karya, segera tersimpul bahwa seni lukis Sumbar mulai menjadi incaran para kolektor nasional bahkan mancanegara. Beralasan, jika kolektor melirik karya seni rupa "? terutama seni lukis "?asal Sumbar, mengingat selain beragam kreativitas yang muncul, daerah ini sejak dulu dikenal sebagai salah satu basis seni lukis selain Jawa dan Bali. Tapi tingginya frekwensi pengunjung dan karya yang menjadi incaran kolektor tidak lantas dijadikan indikator utama pameran ini. Bagaimana pun disana-sini dengan segala kelebihan dan kekurangannya, pelukis mencoba menyuarakan berbagai peristiwa, strata sosial, simbol-simbol, fenomena pemandangan alam, lingkungan sosial yang sarat nuansa estetik dan artistik. Mestinya Museum Seni Rupa Ada di Sumbar Hampir seabad silam seni lukis di daerah ini mulai bangkit ditandai kehadiran pelukis Wakidi kelahiran, Plaju, Sumatera Selatan asal Semarang (1890-1979) yang merantau dan belajar, kemudian menjadi guru di Kweekschool (sekolah pendidikan guru) Bukittinggi tahun 1910, diantara muridnya terdapat tokoh proklamator dan pahlawan Revolusi Bung Hatta dan Abdul Haris Nasution. Tahun 1926 berdiri INS Kayutanam yang menempatkan Wakidi sebagai salah seorang guru menggambar dengan banyak murid yang kemudian mencatatkan namanya dalam peta seni lukis diu tanah air diantaranya Zaini, Nashar, Mara Karma, Montingo Busye, Baharuddin, MS, A..A. Navis dan sejumlah nama lain. Di era tahun 1960 muncul jurusan seni rupa IKIP Padang, SSRI/SMSR Negeri Padang (sekarang SMK Negeri 4) hingga membuat dunia seni rupa Sumbar menggeliat dengan segala penampakkannya, meski harus diakui sebagian besar pengaruh pendidikan tinggi di luar Sumbar cukup kental membawa perubahan pada pola dan konsep karya. Kini periodesisasi seni lukis di Sumbar meski belum totalitas kembali diperlihatkan melalui event pameran besar Pekan Budaya Sumatera Barat VI/Festival Minangkabau 2004 lalu, walau tidak sepenuhnya diikuti sejumlah nama seperti karya pelukis Oesman effendi (OE), Mukhtar Apin, Nashar, Zaini, Nasjah Jamin, Muslim Saleh, Salim, Montingo Busye, Nuzurlis Koto dan lainnya. Paling tidak beberapa nama yang ikut serta sedikitnya menampilkan gambaran umum seni lukis sejak dulu hingga kini. Selama ini kita terlena dengan euforia kebesaran nama sejumlah pelukis, tanpa banyak memikirkan karya-karyanya, bentuk penyelamatannya, memikirkan pendirian museum refresentatif yang dapat menguntungkan banyak pihak, mulai keluarga seniman, lingkungan, kalangan seniman dan pekerja seni, pemerintah daerah serta banyak lagi. Jika kita bertanya sekarang dimana letak karya-karya pelukis asal Sumbar seperti Nashar, Zaini, Mukhtar Apin, Hasan Basri DT. Tumbijo, Montingo Busye, Mara Karma, Muslim Saleh, Nasjah Jamin, Syamsul Bahar dan lainnya yang sudah almarhum, barangkali sulit dijawab ? Padahal kebesaran nama dan karya seniman sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan seni rupa ditinjau dari makna, urgensi dan aspek historisgrafisnya. Mengapa penting memasukkan seni rupa "? seni lukis "? pada bagian integral dalam pembangunan ? Tentulah banyak hal yang mendasarinya. Pertama ditinjau fungsi, hakikat dan tujuan karya seni itu sendiri, kedua nilai-nilai atau symbol-simbol maupun makna filosofis didalamnya, ketiga sebagai integritas masyarakatnya dan keekmpat terkait persoalan humanisme yakni hubungan seniman dengan: (1) seniman, (2) masyarakat dan (3) lingkungan dalam bentuk bahasa rupa dan lainnya. Keberadaan karya seniman yang telah menyandang reputasi Nasional dan banyak bermukim di luar Sumbar maupun di dalam (baik almarhum maupun yang masih hidup), baik yang masterpiece atau kapasitas baik, kapasitas biasa. dapat menentukan penilaian dunia seni terhadap Sumbar sebagai salah satu basis seni rupa di tanah air. Karya-karya masterpice dari seniman yang masih hidup maupun almarhum sewajarnya masuk museum, guna mewakili seni rupa dalam kurun waktu tertentu. Sekarang apa yang terjadi ? Kita kesulitan melacak keberadaan karya-karya terbaik seniman Sumbar ?. Padahal Sumbar dengan segala potensi SDM dan SDA yang tersedia didukung pula banyak kabupaten/kota yang dapat memback-up dengan masing-masing potensinya sudah sewajarnya memiliki komitmen mendirikan museum seni rupa refresentatif sebagai pusat sejarah, pusat studi dan kajian lembaga pendidikan serta sarana hiburan dan wisata. *** Muharyadi, Guru Pembina di SMSR Negeri Padang (SMK 4), Kurator dan Jurnalis kini memperdalam ilmu di Pascasarjana (S2) ISI Yogyakarta. Sumber : Harian Haluan, 4 Januari 2005 | ||
Berita Pameran Lainnya | ||
|