Perjalanan Seni Melalui Garis

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh Muharyadi
Selasa, 29 Nopember 2005 13:30:08 Klik: 4357
Ditengah-tengah popularitas pelukis maestro H. Widayat dalam kecendrungan penggayaan dekoratif magic di Indonesia, banyak orang melupakan karya-karya sketsa hitam putihnya yang cukup menarik untuk diapresiasi sebagai bagian perjalanan kariernya selaku seniman penting di tanah air.

Beragam format dan ukuran sketsa hitam putih karya H. Widayat kelahiran Kutoarjo, Jawa Tengah (1922) dan jumlahnya mencapai ribuan sejak tahun 1950 hingga tahun 2000-an yang kini sebagian masih tersimpan rapi di museum seni rupa Widayat, Magelang, Jawa Tengah bahkan di tangan sejumlah kolektor terkemuka paling tidak dapat disebut sebagai gambaran umum perjalanan seni yang ia lalui melalui garis dalam rentang waktu 50 tahun lebih.

Pelukis yang juga tokoh penting seni lukis moderen dalam peta seni rupa tanah air ini memulai debutnya membuat sketsa bermula dari pergulatan menyeket menangkap bentuk-bentuk menjadi ide era tahun 1950-an. Bentuk-bentuk itu berupa pemandangan alam, pohonan, gubuk-gubuk reot, gelombang lautan, gambar candi borobudur, candi prambanan sebagai bangunan budaya masa lalu. Menurut pengakuan pelukis ini, berbagai sudut kota Yogyakarta, Magelang dan beberapa daerah lain di tanah air bahkan di Jepang sendiri dengan berbagai aspek kehidupannya pernah direkamnya untuk direfresentasikan kepermukaan kertas menjadi sketsa bernilai estetis.

Yang menarik bagi Widayat sebagaimana lazimnya dilakukan pelukis-pelukis besar dunia seperti tokoh impresionis Edgar Degas (1834-1917), Van Gogh (1853-1890) bahkan tokoh penting Persagi S. Soedjojono (1910-1988) bahkan pelukis Affandi sekalipun semuanya dilakukan Widayat dengan memiliki modal tekun, ulet dan jujur untuk menguasai bentuk-bentuk melalui garis dan unsure sketsa lainnya.

Sketsa bagi Widayat mampu membawakan perwatakan dalam mencapai irama, dinamika serta kedalaman eksperesi garis. Melatih menggunakan garis sama artinya melatih unsur pembidangan dan unsur komposisi karya seni rupa sesuai masukan dan pelajaran yang pernah ia terima semasa di ASRI Yogyakarta maupun saat berada di Jepang saat usia mudanya, ujar Widayat beberapa tahun silam.

Kepiawaian pelukis ini dalam melukis selama ini banyak dipengaruhi oleh kemampuannya membuat sketsa hitam putih misalnya saat merespon bentuk-bentuk manusia, pemandangan alam, hewan, pohonan dan tumbuhan. Pekerjaan ini dilakukan Widayat semasa menjadi mahasiswa ASRI Yogyakarta bahkan menjadi dosen di almamaternya hingga saat usia senjanya.

Unsur Garis Lebih Bebas dan Pribadi ?

Kontroversi berbagai pendapat mengenai kehadiran sketsa sebagai bagian karya seni rupa diakui sudah lama diperdebatkan. Ada yang berpendapat ; sketsa merupakan karya studi awal sebelum dilanjutkan menjadi lukisan. Ada juga yang berpendapat sketsa merupakan karya seni yang kehadirannya dapat berdiri sendiri sebagaimana halnya lukisan.

Dalam sejarah perkembangan sketsa dunia, pendapat sketsa merupakan langkah awal sebelum melukis ada pembenaran. Tapi kemudian pembenaran ini pun berkembang menjadikan sketsa bukan lagi sebagai aktivitas studi awal melukis, mengingat nilai-nilai yang terkandung di dalamnya menjadikan sketsa mampu hadir sebagai karya seni rupa yang berdiri. Sejumlah museum ternama di Indonesia, Asia bahkan di Eropa sekalipun banyak memajang sketsa yang tidak kalah populernya ketimbang lukisan.

Bagi pelukis sekelas Edgar Degas ribuan sketsa hitam putih yang pernah lahir ditangannya merupakan contoh lain dari cara pandangnya membuat garis spontan, dinamis dan penuh ritme. Dalam sketsa pelukis tokoh impresionis ini tetap mementingkan visualisasi yang anatomis bagi pengungkapan plastis bahkan sifat tiga dimensional dari bentuk-bentuk yang lahir. Sebagaimana lukisan Degas, pada karya sketsanya pelukis ini menanggapi segala sesuatu secara cepat, menyeluruh, apik dan padat.

Sementara pelukis besar Van Gogh melalui sketsa-sketsanya ia berhasrat mendalami penghayatan terhadap kehidupan motif lukisannya, baik berupa manusia, bunga, pohonan, pemandangan alam dan lainnya dengan garis-garisnya yang tajam, mengiris dengan sifat kekakuan garis yang menyolok disamping ekspresivitasnya. Sifat kekakuan garis-garis pada karya sketsa Van Gogh ternyata tidak selamanya merugikan pelukis ini merespon berbagai dinamika yang direkamnya. Falsafah mencari keindahan, ritme puitis dari alam visual untuk beralih menyoroti makna kehidupan yang dilihat Van Gogh ternyata penuh keindahan, kebahagiaan, tetapi juga kepedihan yang terwakili melalui goresan garis-garisnya yang ekspresif, lurus bahkan patah-patah berkesan keras, berdesakan bahkan kuat gambaran ini juga ditemui dalam lukisannya.

Di Indonesia selain pelukis S. Soedjojono Affandi, Nyoman Gunarsa, Ipe Makruf, pelukis H. Widayat dalam kariernya membuat sketsa dimaksudkan untuk mendalami unsur garis lebih bebas dan pribadi sifatnya hingga ia dapat menemukan perwatakan dan ekspresi baru melalui garis.

Pada garis-garis sketsa Widayat ditemukan kedalaman serta kehalusan watak garis-garis yang lembut, rasa ketegakkan yang hidup pada garis vertikal, rasa tenang, pun pasif, mati pada garis yang horizontal dan rasa dinamika yang kuat pada garis miring atau diagonal. Sedangkan garis yang patah-patah membawakan rasa kepadatan, kekuatan dalam ekspresi yang banyak mempengaruhi karya Widayat dalam melukis.

Layaknya garis-garis yang diciptakan pelukis besar dunia, dalam sketsa hitam putih karya Widayat beranekaragam kemudian muncul dengan variasi yang dinamis, sebutlah variasi kelengkungan, kepatahan, kelurusan pada garis yang panjang atau pendek, garis yang jelas dan samar-samar semuanya terpisah dalam pertemuan satu sama lain secara berbarengan yang mampu melahirkan bermacam-macam ide dari perasaan dan kejiwaan yang beragam pula hingga memunculkan sketsa-sketsa berkualitas.

Sketsa bagi pelukis Widayat merupakan dasar penciptaan maupun bentuk penciptaan yang paling azasi. Mengingat garis-garisnya yang tajam dan meluncur dengan lancarnya secara intuitif dipermukaan kertas maupun kanvas merupakan pra- konsep lukisan atau menjadikannya sebagai sketsa sebagaimana apa adanya atau sketsa sebagai karya seni murni. Karena sketsa juga sanggup memberi kepuasaan nilai estetis yang utuh.

Periodesisasi Pengaruh Cina Klasik

Sejumlah sketsa Widayat yang sempat saya amati di museumnya, Magelang,. Jawa Tengah beberapa waktu lalu periodesisasi yang menarik adalah adanya pengaruh yang kuat dari lukisan Cina klasik yang sangat dikenal dengan ekspresi kosmisnya. Lukisan bergaya Cina klasik ala timur itu lebih bersifat linier dan puitis dengan menonjolkan keindahan garis hitam atau abu-abu ke warna putih kertas atau kanvas yang mengalir dengan lancar.

Sementara pada sketsa Widayat semuanya terasa mengalir dengan lancar dalam penarikan garis-garisnya yang tajam, kadang liar lihat misalnya pada garis-garis kontur obyek sosok manusia, flora, fauna dengan mengutamakan hubungan yang seimbang antara unsure kejiwaan dan unsure teknis.

Namun bukan berarti sketsa-sketsa Widayat yang banyak diilhami lukisan Cina klasik tersebut mengalami kemiripan yang pas dengan lukisan Cina klasik, baik soal roh maupun sifat-sifat garis yang kontemplatif yang menimbulkan rasa merenung dari karya lukisan Cina klasik. Garis-garis sketsa Widayat ternyata lebih esensial, bersifat linier yang sama tipis atau tebalnya. Sementara garis yang tidak memberi kemungkinan nuansa dibuat lebih tipis atau abu-abu dan tidak pula digariskan dengan kuas melainkan dengan pena, berbeda dengan garis yang menjadi inspirator sketsa dikemukakan dengan jelas. Beda dengan Cina klasik, konsep sketsa Widayat tidak dilatarbelakangi oleh suatu tradisi sebagaimana lazim pada karya Cina klasik.

Periode lain yang menarik dari karya-karya sketsa Widayat yakni di era 1980-an. Pelukis ini mulai meninggalkan keterikatannya pada ide keindahan yang diilhami karya klasik Cina. Peralihan ini dirasakan karena Widayat tidak lagi melihat pemandangan alam sebagai mayoritas, tapi lebih tertuju pada obyek sosok manusia maupun hewan. Bila kita menyidik lebih jauh di periode ini sketsa Widayat lebih bertutur tentang imajinasi bebas mengenai keindahan tubuh manusia dengan membawakan irama garis yang mengalir dengan pendeformasian bentuk menjauhi realisme hingga menimbulkan keunikan.

Dalam dunia sketsa pelukis Widayat tidak saja mahir menggunakan kuas dan sapuan-sapuannya yang lancar, kosmis atau kegemaran membuat garis patah-patah yang kemudian melahirkan sketsa dekoratif. Tapi yang terpenting puluhan sketsa yang lahir ditangannya dengan obyek berulang-ulang kerap menjadi obsesi dengan cara pandang dan pengamatan yang berbeda. Sebuah tema bagi Widayat mungkin saja melahirkan beragam komposisi dalam persepektif yang berbeda. ***

 
Berita Wawasan Seni Lainnya

Video Pilihan


Dirjen Pendidikan Vokasi Bapak Wikan Sakarinto ...

DIRGAHAYU SEKOLAHKU SSRI, SMSR, SMKN 4 PADANG YANG KE ...

SMKN 4 PADANG BEKALI SISWA UNTUK TERJUN KEDUNIA ...

SUKSES GELAR PAMERAN SMKN 4 PADANG DAPAT APRESIASI LUAR ...

Sahabat dan Cinta - Film Pendek - Meraih Nominasi AFI ...

Pelaksanaan UKK KKBT Tahun 2022

Multimedia SMK N 4 PADANG lounching film karya siswa ...

Saka Pandai Sikek ...
Login
Username:

Password:

  Registrasi?
Advance
Selamat Datang :
Guest(s): 0
Member(s): 0
Total Online: 0
NISN
test