Refleksi Seni Rupa Kita Di Tengah Persilangan Padat Informasi

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh Agus Purwantoro
Selasa, 06 September 2005 15:33:49 Klik: 3025
Membicarakan refleksi seni rupa kita, berbagai masalah menlingkupi kita mulai dari pangkal hingga ujung mana kita akan mulai membicarakan bahwa sebenarnya persoalan seni rupa kita sangatlah kompleks. Pengamatan ini berkisar pada konsep berkesenian, idiom penciptaan dan orientasi penciptaan.

Mengamati dan mencermati fenomena seni rupa kita khususnya di Sumatera Barat dan lebih khusus lagi seni lukisnya, tidak bisa lepas dari unsur kesejarahan atau keberadaan yang membentuknya. Demikian pula dengan keberadaan seni lukis (seni rupa) dipersilangan arus informasi dan komunikasi yang begitu deras, sehingga bagaikan tembok atau dinding penyekat yang harus dan mungkin kita lalui.

Agaknya terlalu rumit permasalahan kehidupan seni lukis kita dalam menyelami "iklim budaya"? berkesenian. Melihat ketidakjelasan peta seni rupa kita, walau telah ditopang dengan keberadan lembaga kesenian, sekolah seni, perguruan tinggi seni, lembaga seni formal, dewan seni, dll, masih belum nampak suatu terobosan yang berarti, pun demikian arus informasi yang masuk seperti even-even yang lebih tinggi sehingga gaungnya seni rupa kita tidak pernah menggema ke antero. Kalaulah ada seniman kita masih bersifat sporadis yaitu masih dapat berjalan sendiri-sendiri, yang sayangnya seniman kita masih berstempel amatir "cap sarung"? walau ini merupakan kebanggaan dan suatu kehormatan tersendiri.

Persoalan kita tidak hanya seni dalam kehidupan masyarakat yang hanya berorientasi dengan tiga komponen saja yaitu seniman, karya seni dan penghayat seni, akan tetapi perkembangan baru, kesadaran, pengalaman dan nilai-nilai baru merupakan masalah yang menarik untuk kita cermati dan tindak lanjuti secara bersama. Kondisi seperti ini sudah selayaknya berbagai pihak merasa terlibat untuk melakukan refleksi dan koreksi.

Konsepsi

Alam semesta merupakan sumber penciptaan, baik yang realitas maupun yang abstrak. Hanya dalam visi setiap pelukis terhadap objek tersebut berlainan, pribadi masing-masing ikut berbicara, seni memang selalu berhubungan dengan ekspresi pribadi. Seorang seniman dalam menentukan obyeknya karena tuntutan emosinya, mencari hakekat dari obyeknya. Usaha pencarian jati diri yang menjadikan ciri khas setiap seniman dalam berkarya merupakan kebutuhan dalam proses kreatifnya. Seperti berbagai tahap yang harus dilaluinya : persiapan (preparation), pengeraman (incubation), penemuan (ilumination), dan pengujian (verivivatin). Pencarian diri dan pemunculan diri seniman masih berjalan sendiri-sendiri tanpa dibarengi manajemen dan sarana yang memadai.disamping itu tidak tertatanya sistem akomodasi, komunikasi bagi para kreator seni terutama bagi kaum pemula, sehingga terjadi kesenggangan regenerasi karena adanya tembok feodal antar generasi dan masih banyaknya generasi tua yang tak tahu diri dan masih banyaknya generasi muda yang terlalu tahu diri.

Dalam tata nilai kesenian, tidak makin dewasanya pemikiran dan penilaian atas karya seni dan tidak makin timbulnya tradisi obyektivitas sehingga saling menghakimi, saling tuding menuding, kecemburuan, keirihatian, sikap apriori, atau tradisi klik-klikan yang bahkan dipimpin oleh kaum tua.

Keberadaan

Melihat kondisi sekarang ini, secara kuantitas dari kegiatan yang berhubungan dengan seni rupa sudah cukup memadai, yang ditandai dengan adanya berbagai pameran, diskusi seni yang marak, baik secara individu maupun kolektif. Kenyataan ini selalu berakhir tanpa evaluasi.

Dengan riuhnya penciptaan seni rupa tanpa dibarengi alat kontrol yang disebut kritik seni (dewan kurator) secara memadai, sehingga estetika dan segala bentuk dan pemahamannya menjadi semakin berjarak dengan komunitasnya. Kritikus seni kehadirannya masih ditunggu bukannya tidak ada sehingga yang menjembatani komunikasi maupun penilaian karya seni, tidak pernah ada karya seni yang menjulang dan terangkat, baik nama maupun karyanya ketingkat yang lebih tinggi.

Tradisi berkesenian masih tertatih-tatih (sebatas dipolakan) bahkan banyak yang menjadi pelukis dadakan karena iming-iming kredit point dimana kenyataannya tidak dapat kita pungkiri.

Dinamika dan volume kegiatan seni rupa, dan kiprahnya seni lukis maupun tuan-tuan penentu kebijaksanaan memerlukan koordinasi bersama dalam menentukan kebijaiksanaan, peluang dan masa depan seniman (pelukis) lebih arif dan proporsional.

Pertumbuhan

Mengintip sedikit perkembangan seni rupa di Indonesia, terasa ada getaran yang ingin kita capai untuk meng-Indonesia dalam berkarya. Yang artinya kita mampu untuk mengerahkan segala daya upaya, mengerahkan segala potensi demi mengibarkan bendera Sumatera Barat ke forum nasional/internasional, tapi apa daya ?

Gejala dan gejolak sudah mulai ada, paling tidak orang bilang ikut-ikutan berkarya sampai yang aneh-aneh, tidak hanya yang konvensional saja, seperti post modern atau kontemporer atau instalasi atau sebagai bukti kita mengikuti zamannya. Persoalan ini, itu atau apa mendapat pengakuan atau paling tidak kita membuat catatan kebudayaan untuk kita sendiri. Banyak contoh yang dapat kita kedepankan akan tetapi contoh itu sudah ada dalam masyarakat.

Kini belum ada pelukis yang dapat membiayai /mengadakan pamerannya sendiri, karena pelukis belum dapat hidup dari karyannya, kalaulah ada dapat kita hitung dengan jari, maka uluran tangan untuk memotivasi dalam berkarya perlu ditumbuh kembangkan, mengingat seniman atau pelukis lebih banyak berkecimpung dengan karyanya ketimbang mengurus manajemen pameran, oleh karenanya pelukis yang sudah dianggap mampu seyogyanya dieksploitasi (dibantu) agar lebih berprestasi yang nantinya mengharumkan daerahnya. Sementara bagi kaum pemula perlu adanya kaderisasi yang kontiniu sehingga dapat dipantau potensi yang memadai.

Terobosan

Refleksi pemikiran singkat itu hanyalah sekelumit catatan kecil untuk memancing perbincangan bersama apa yang mesti kita lakukan dan persembahkan.

Bom seni lukis telah meletus, untung radiasinya tidak sampai kesini, seni mutakhir sudah menghadang kita, tinggal landas, globalisasi dan koordinasi gegayutannya perlu kesinambungan agar dapat menembus kotak-kotak dan tidak tertidur dalam kotaknya sendiri.

Saya tidak tahu persis apa yang dilakukan !, sementara kita menunggu dan berkarya layaknya manunggaling kawulo lan gusti. Arus komunikasi dan informasi kian merasuk kalbu, cita-cita dan harapan yang lebih baik akan menjadi kenyataan, kesadaran, keterbukaan, kebersamaan menjadi kunci suksesnya menuju harapan nan rancak.

Kita tidak ingin mimpi, kita tidak tahu kapan dan dari mana mulai dan akan berakhir, upaya memperbaiki keadaan diperlukan suatu perjuangan, idealisme yang tinggi, dan konsisten, perlu adanya net work yang baik yang merupakan kekuatan yang tidak dapat diabaikan dalam upaya memperbaiki situasi dan kondisi seni kita.

DAFTAR BUKU BACAAN

  • Munandar, Prof. Dr. S. C. Utami, 1989. Kreativitas Sepanjang Masa, Pustaka Sinar Harapan Jakarta.
  • Primadi, 1978, Proses Kreasi, Apresiasi, Belajar. Penerbit ITB Bandung.
  • Purwantoro, Drs. Agus. 1988, Bahan dan Teknik Dalam Seni Lukis Indonesia Modern, FPBS IKIP Padang.
  • Sachari, Agus. 1986. Paradigma Desain Indonesia. Diterbitkan untuk bekerjasama dengan INNDES, kelompok studi desain ITB.
  • Sura, I Made. 1990. Peranan Seni Dalam Pembangunan. Penerbit FPBS IKIP Malang.
  • Usman, Prof. Dr. Ibenzani, 1994. Seni Rupa Sumatera Barat Antara Harapan dan Tantangan, Komite Seni Rupa Dewan Kesenian Sumatera Barat.
 
Berita Wawasan Seni Lainnya

Video Pilihan


Film Surga Untuk Mama Karya Siswa Multimedia SMKN 4 ...

Terakhir - VideoClip

Profil Jurusan Desain Komunikasi Visual SMK N 4 Padang

LAUNCHING BLUD 28 SMK SE SUMATERA BARAT

Peta Jalan Pengembangan SMKN 4 Padang

Pematung Besar Diakui Dunia YUSMAN SSn- Alumni SMSR ...

YUK DAFTAR SEKARANG JUGA, SMKN 4 PADANG SEKOLAH PUSAT ...

Terakhir
Login
Username:

Password:

  Registrasi?
Advance
Selamat Datang :
Guest(s): 0
Member(s): 0
Total Online: 0
NISN
test