Takaja : Tak ada kayu akar pun jadi

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh Muharyadi
Minggu, 08 Juni 2008 13:27:12 Klik: 3887
Tempat Tidur
Klik untuk melihat foto lainnya...

 

Tak ada rotan akar pun jadi, istilah ini lazim dikenal ditengah-tengah masyarakat Indonesia yang majemuk dan beragam dari sudut sosial dan budayanya. Tapi jika ada istilah ”tak ada kayu akar pun jadi”, ini baru kejutan. Istilah inilah yang mengilhami Japuris (45 th), pendidik yang juga pekerja seni di kediamannya, desa Pasar Usang, Kecamatan 2X11, Kayu Tanam, Kabupaten Padang Pariaman sejak beberapa tahun silam.

Sebagian orang melihat akar berserakan dibawa derasnya air sungai atau berupa tumpukan bekas penebangan kayu di hutan, mungkin tidak akan memiliki nilai apa-apa, karena ia tak lebih dari limbah. Sementara pakar lingkungan berpendapat, untuk menyelamatkan hutan dan lingkungan hidup dari berbagai tumpukan sampah, kayu dan limbah sebenarnya dapat dimanfaatkan menjadi karya daur ulang bahkan karya seni.

 Tertarik bentuk-bentuk akar yang tumbuh menjalar/melata di disepanjang hutan bukit barisan kenagarian Anduring, Kayu Tanam nagari yang kental dengan sebutan ikue darek kapalo rantau ini, menggugah kepekaan esetetis Japuris untuk menyiasatinya menjadi karya seni tanpa kehilangan greget nilai keindahan dan artistiknya.

Berbagai bentuk meliuk, melilit, melingkar, bulat, lonjong dari limbah akar melalui sentuhan tangan Japuris menjadi karya berupa furniture seperti meja makan lengkap dengan kursi, meja tamu, meja kerja, lemari pakaian, lemari pajangan sampai ke tempat tidur sebagaimana yang saya amati baru-baru ini di show room milik Pemkab Padang Pariaman di kawasan Anai Resort Malibou Anai  yang ditempati Japuris secara cuma-cuma sejak beberapa waktu lalu.

 
Asal Muasal Karya Seni dari Akar
 

Suatu hari saya menemukan pohon tumbang dihanyutkan arus sungai Batang Anai yang telah terdampar cukup lama. Kayu itu berbentuk akar aneh dan unik. Akar ini saya jadikan sebuah pajangan. Kemudian timbul dalam pikiran saya untuk mengatasi beberapa bagian akar yang sudah melapuk dimakan usia agar dapat bertahan. Berkat kegigihan saya bereksprimen ternyata akar-akar ini bisa keras dan tak mampu dimakan rayap, ujar Jap memperlihatkan sejumlah furniture karyanya.

Dari pengalaman ini timbul pula dalam pikiran saya, bahwa semua benda-benda seni ternyata dapat dibentuk dari akar dan dirubah menjadi karya seni terutama furniture dan benda pakai lainnya. Saya coba merancang suatu benda dari akar bernama Liana yang kini banyak tumbuh di hutan tropis dengan sifatnya hidup melata, bentuknya aneh dan unik yang kini banyak ditemui di sepanjang hutan bukit barisan.

Bertemu akar Liana besar, diiringi keinginan untuk berkarya dengan konsekwensi siap mengalami kegagalan dari setiap yang dirancang. Karena dari kegagalan diharapkan bertemu keberhasilan dan kebenaran. Saya belajar dari alam dan akar itu sendiri. Hasilnya luar biasa dimana getah, serbuk dan pemotongan akar tersebut dapat dimanfaatkan untuk menyambung bagian-bagian yang akan dirakit yang diperkaya dengan lem yang telah ada dipasaran, ujar Japuris menceritakan pegalaman masa lalunya merakit akar.

Menurut Jap demikian panggilan sehari-hari Japuris bahwa, lingkungan hutan berada dekat lokasi saya bermukim, ternyata dapat membentuk, mempengaruhi dan bahkan merubah perilaku masyarakat kearah kreatif dan positif. Disisi lain masyarakatpun dapat memaknai dan mewarnai lingkungannya dengan seni.

Dari sini lantas timbul suatu sikap dan kesadaran yang mendalam bagi saya, baik sebagai warga masyarakat yang dekat dengan hutan maupun sebagai pendidik untuk memanfaatkan benda yang tidak berarti menjadi Karya Seni Unik. Hal ini didasari pertimbagan bahwa pohon akar sebenarnya dapat membunuh pohon yang ada disekitarnya atau disebut parasit, bagi saya parasit bukan berarti pembunuh melainkan bahan yang dapat dimanfaatkan menjadi karya-karya yang multi fungsi didasari sikap menghargai, mencintai, mendukung dan mengembangkannya menjadikan karya seni, ujar Japuris menceritakan konsep pemanfaatan akar menjadi produk seni.

Semula saya sendiri kurang yakin menyaksikan, mengamati lebih jauh sejumlah karya-karya Jap yang mayoritas berupa furniture yang kini menghiasi lokasi show room milik pemkab Padang Pariaman di kawasan Anai Resort, Malibou Anai, Kayu Tanam itu terbuat dari akar-akar. Ternyata dugaan saya meleset, semua yang dihasilkan Jap ternyata benar-benar menarik, unik, indah dengan sentuhan artistik dan alami sebagaimana ditemui di alam bebas, artinya tanpa rekayasa bentuk kecuali teknologi sambungan akar demi akar, bentuk demi bentuk yang memanfaatkan akar sebagai bahan penyambung dan perekat menjadi kekuatan luar biasa di karya-karya Japuris. Bahkan karya yang ramah lingkungan ini mungkin baru pertama kali dibuat di tanah air, sebab selama ini kalaupun ada perajin memanfaatkan akar masih sebatas produk-produk berukuran kecil dengan bentuknya yang masih kaku dan tidak bertahan lama.

Ketika saya mencoba merebahkan diri di atas salah satu tempat tidur tak sedikit pun bergoyang sebagaimana bentuk kelemahan yang lazim ditemui pada tempat tidur kayu selama ini yang banyak dijual pedagang furniture di pasaran. Begitu juga kursi dan meja yang telah dirakit Japuris terlihat sangat ampuh diikuti berbagai inovasi, idiom-idiom baru hasil rancangan berbagai produk yang dihasilkan Japuris ternyata terus berkembang.

Persoalan yang muncul sekarang apakah Japuris merasa puas sampai disana dengan puluhan karya-karya yang telah diciptakannya selama kurun waktu 6 tahun lebih sebagai suatu betuk persembahan karya seni kepada publik seni baik di Sumatera Barat, Nasional bahkan Internasional. Jawabannya iya ujar Japuris seraya berujar ingin terus bereksprimen membuat karya-karya terbaik jelas Japuris, berobsesi .

Namun sebagai insan yang juga butuh hidup layak dan sempurna dari karya-karyanya sebagaimana dihadapi kebanyakan seniman maupun perajin seni di pulau Jawa (Yogyakarta, Magelang, Bali dll) Jap berobsesi ingin hidup layak. Karena secara jujur untuk sebuah karya jap harus merogoh kantong jutaan rupiah dengan menyisihan sebagian gajinya sebagai pendidik untuk biaya angkut akar dari hutan kelokasi tempat ia bekerja termasuk biaya merakit dan upah buruh yang ia sewa selama ini.

 

            Sering Dikunjungi Pejabat dan Turis Mancanegara

 

Menurut Jap sejak menempati ruang pajang di work shop milik Pemab Padang Pariaman di Anai Resort Jalan Raya Padang Bukittinggi Km 61 yang telah ditempati Japuris telah banyak dikunjungi para pejabat, akademisi, politisi dan petinggi Sumatera Barat bahkan sejumlah turis dari mancanegara yang rata-rata menulis kesan-kesannya dibuku tamu yang tersedia, menyatakan kekaguman masing-masing akan keindahan, keunikan dan keanehan bentuknya diperkaya nilai estetis dan artistik di karya Japuris.

Persoalannya tentulah kekaguman tersebut tidak berhenti hanya sampai disitu. Bagaimana pun karya-karya Japuris perlu dipikirkan untuk dapat dimiliki/dikoleksi, baik oleh perseorangan, lembaga maupun instansi pemerintahan, swasta, rumah-rumah mewah, gedung bertingkat, bahkan museum sekalipun untuk dijadikan icon akar hutan alam Indonesia umumnya dan Sumatera Barat khususnya. Bahkan bukan tidak mungkin karya Japuris dapat dijadikan komoditi eksport ke sejumlah negara karena keunikan, keindahan dengan tampilannya yang alami penuh nilai artistik dan indah. Inilah yang perlu difasilitasi oleh semua pihak di daerah ini.

Dari pengalaman empiris selama ini menyebutkan banyak seniman, pekerja dan perajin seni di daerah ini lahir, tumbuh dan berkembang dan tiba-tiba mati ditengah jalan karena ketidakberdayaannya. Padahal tradisi seni dan kerajinan seni di Sumatera Barat sejak lama persisnya tahun 1881 hingga dekade tahun 1980 an tumbuh bak cendawan subur. Ironinya para perajin ini sebagian besar hilang entah kemana rimbanya, disebabkan tidak bisa hidup dari karya-karyanya, sebagian lagi ada yang hengkang ke pulau Jawa terutama Yogyakarta dan Bali bahkan urang awak ini mampu membesarkan seni dan kerajinan di rantau orang ketimbang daerahnya sendiri. Mengapa demikian ?

Sejarah juga mencatat dalam sebuah buku lima edisi yang terangkum dalam satu paket berjudul ”Irlandsche Kunstneverheid In Nederland” (1919, 1921, 1924, 1927 dan 1930) yang didalamnya memuat foto-foto dokumentasi seni dan kerajinan di Sumatera Tengah (termasuk Sumatera Barat sekarang) serta diperkuat lagi dengan survey Prof. Dr. But Mukhtar dan kawan-kawan tahun 1980 untuk benda-benda seni kerajinan telah menyatakan kekagumannya terhadap benda-benda seni kerajinan dengan prospek Commodity Export dan Usaha-usaha Home Industri di daerah ini.

 
Muharyadi, Pendidik, Kurator dan Jurnalis tinggal di Padang
 
Riwayat Japuris
 

Dilahirkan di Batang Kapas, Pesisir Selatan, Sumatera Barat, 23 Desember 1965, lelaki berpendidikan D 2 IKIP Padang yang 18 yajin lebih menjadi pendidik dan pengajar di Sekolah Dasar (SD) Negeri 17 Sipisang, Anduring, Kecamatan 2X11 Kayu Tanam, Kabupaten Padang Pariaman ini sejak kecilnya telah terbiasa bekerja keras.

Dalam kariernya, lelaki brewok anak ke 4 dari 7 bersaudara pasangan Mirus (ayah) dan Naimat (ibu) ini banyak mengalami pasang surut dalam hidup. Dengan penghasilan yang pas-pasan, disela-sela waktu luang masih sempat menjadi tukang ojek, hasilnya pun sangat terbatas buat membantu income rumah tangga dengan isteri tercinta, Eva Yunida (37 th) warga desa Sumue Bana, Anduring, kecamatan 2X11, Kayutanam.

Sebagai seorang suami dan ayah dari 5 anak (semuanya laki-laki) Japuris dalam kesehariannya tak ingin hidup berpangku tangan dari penghasilan gaji sebagai pendidik dan pengajar disertai penghasilan tambahan lainnya di luar mengajar.

Suatu hari, Japuris menyempatkan diri berjalan-jalan ke sungai Batang Anai yang terbentang luas dekat lokasi ia bermukim. Pemandangannya tiba-tiba tertuju pada tumpukan akar-akar kayu yang dihanyutkan arus sungai. Dilihatnya satu persatu akar-akar tersebut dengan bentuknya unik, aneh dan indah. Dalam pikiran lelaki urang sumando Anduring, Kayu Tanam terucap betapa maha besarnya Allah SWT yang telah menciptakan alam dan seisinya buat kesejahteraan semua umat-Nya.

Ini pulalah yang mengilhami Japuris memanfaatkan akar-akar yang tidak berguna itu menjadi benda seni berbentuk furniture. Ketagihan berkarya dan berkarya lagi Japuris pun menjelajah hutan Bukit Barisan hingga menemukan akar yang benar-benar utuh, kuat dan ulet dengan bentuk unik dan aneh tanpa kekurangan nilai keindahan untuk dijadikan berbagai produk seni furniture. Akar itu bernama Liana yang hidup menjalar/melata di hutan tropis Alhamdulillah sejak beberapa tahun silam telah puluhan karya yang sangat indah, unik, aneh dan menarik dihasilkan Japuris yang kini ia pajang di work shop milik Pemkab Padang Pariaman di lokasi Anai Resort, Kayu Tanam yang ditempati Japuris secara cuma-Cuma sejak beberapa bulan silam. ***

 
Berita Budaya Lainnya

Video Pilihan


Pematung Besar Diakui Dunia YUSMAN SSn- Alumni SMSR ...

Terakhir

Multimedia SMK N 4 PADANG lounching film karya siswa ...

Wooden Boy - Film Animasi karya siswa SMKN 4 Padang

KUNJUNGAN ANGGOTA DPRD PROVINSI SUMBAR DALAM RANGKA ...

Cara Pengisian Data Siswa Baru SMKN 4 Padang

SMKN 4 PADANG TERPILIH SEBAGAI SEKOLAH PUSAT KEUNGGULAN

SUKSES GELAR PAMERAN SMKN 4 PADANG DAPAT APRESIASI LUAR ...
Login
Username:

Password:

  Registrasi?
Advance
Selamat Datang :
Guest(s): 0
Member(s): 0
Total Online: 0
NISN
test