Nenek Moyangku Seorang Pematung

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh Syafwandi
Rabu, 24 Oktober 2007 13:22:46 Klik: 5034
Menhir
Klik untuk melihat foto lainnya...
Di daerah kabupaten Limapuluh Kota provinsi Sumatera Barat ditemukan monumen-monumen yang terbuat dari batu, yang sekarang bertebaran di berbagai tempat dalam daerah tersebut. Menurut masyarakat 50 kota, atau tepatnya di Kecamatan Guguk, monumen tersebut telah ada sejak saisuak yaitu sejak masa nenek moyang mereka dahulu kala. Masyarakat menyebut monumen tersebut dengan sebutan batu mejen, yaitu batu tanda kubur, sehingga kemudian masyarakat menempatkan pandam pakuburan kaum bersebelahan dengan situs batu mejen tersebut. Jika kita tinjau lebih jauh tentang keberadaan batu mejen dengan merujuk kepada hasil penelitian para ahli arkelogi, ternyata monumen-monumen batu atau yang disebut masyarakat sebagai batu mejen tersebut adalah peninggalan dari zaman Megalitikum, yang diperkirakan oleh para arkeolog telah ada sejak 1500 SM, atau kalau kita ukur dari sekarang maka batu-batu itu telah berumur lebih kurang 3500 tahun. Semua benda-benda peninggalan zaman megalitikum tersebut dalam ilmu arkeologi disebut dengan megalit, sedangkan batu mejen atau batu tanda kubur dinamakan menhir.

Terdapat beberapa hal yang kiranya perlu mendapat perhatian kita bersama, karena apapun adanya peninggalan zaman megalitikum tersebut, ternyata megalit itu sekarang berada dalam kawasan Minangkabau. Beberapa hal yang perlu kita perhatikan adalah Pertama, bahwa menhir sengaja dibuat oleh nenek moyang dengan pola-pola tertentu, sehingga kita bisa membandingkan antara menhir yang satu dengan menhir lainnya, dan ternyata bahwa menhir-menhir tersebut memiliki kesamaan pola atau struktur. Kedua, menhir yang diyakini sebagai tanda kubur tersebut semuanya didirikan dengan menghadap ke satu arah yang sama. Menhir di Kec. Guguk menghadap ke arah Gunung Sago. Ketiga, sebahagian menhir yang terdapat di kecamatan Guguk memiliki motif hias yang dipahatkan pada sisi-sisi menhir. Jika kita amati motif hias yang terdapat pada menhir maka dapat dikatakan bahwa motif hias tersebut merupakan sebuah simbol yang sengaja dibuat dengan tujuan tertentu.

Walaupun menhir adalah sebuah batu untuk tanda kubur, namun dari sisi lain kita dapat memandang menhir sebagai sebuah karya seni, hal ini sangat dimungkinkan karena dari bentuk, arah, dan motif hias yang terdapat pada menhir jelas terlihat ungkapan simbolis yang sarat dengan muatan nilai estetis yang erat hubungannya dengan kondisi sosial budaya pada masa itu. Berdasarkan hasil sebuah penelitian, motif hias yang terdapat pada menhir di kecamatan Guguk memiliki hubungan yang erat dengan motif hias tradisional Minangkabau. Motif hias tersebut antara lain kaluak paku, bungo panco mato ari, sitampuak manggih, ula gerang dan motif hias pucuak rabuang. Dalam tradisi adat Minangkabau, setiap ragam hias memiliki makna-makna tertentu yang berhubungan dengan filosofi adat, dalam sebuah pepatah Minang dibunyikan;

Panakiak pisau sirawik, ambiak galah batang lintabuang, salodang ambiak kaniru. Satitiak jadikan lauik, sakapa jadikan gunuang, alam takambang jadikan guru

(penakik pisau siraut, ambil galah batang lintabung, salodang ambil ke niru, setitik jadikan laut, sekepal jadikan gunung, alam terbentang jadikan guru)

Oleh karena itu diyakini pula bahwa nenek moyang bangsa Minang berasal dari nenek moyang yang telah hidup di zaman megalitikum, hal ini sedikitnya dibuktikan oleh karya motif hias manusia zaman megalitikum yang terus berlanjut menjadi motif hias tradisi masyarakat adat Minangkabau. Motif hias tradisi Minangkabau sebagaimana tertera di atas masih digunakan sampai sekarang, hal ini dapat kita amati pada beberapa motif hias yang terdapat pada Rumah Gadang (rumah adat) Minangkabau. Bahkan kemudian dikatakan bahwa semua ragam hias Minangkabau bersumber dari ragam hias yang terdapat di Rumah Gadang.   

Selanjutnya jika kita amati pula bentuk menhir dari sisi berkesenian umumnya, maka menhir dapat dikategorikan ke dalam karya seni trimatra atau karya seni tiga dimensi, atau dengan kata lain menhir dapat kita sebut sebagai sebuah karya seni patung. Hal ini sangat dimungkinkan karena pada dasarnya konsep seni patung adalah tautan antara ruang positif dan ruang negatif menjadi sebuah bentuk nyata yang dapat diraba, dirasa dan dinikmati melalui makna-makna estetis yang ada dibalik karya tersebut. Begitu pula dengan menhir yang diciptakan oleh masyarakat zaman megalitikum, karya tersebut adalah karya tiga dimensi, bahkan kemudian, karena menhir yang mereka buat bukanlah sekedar karya seni belaka, akan tetapi berhubungan dengan sistem kepercayaan yang di anut pada waktu itu, sehingga dalam penataannya kemudian menhir diletakkan menghadap kesatu arah tertentu, menhir yang terdapat di Kabupaten 50 Kota  menghadap ke arah Gunung Sago. Hal ini diyakini berhubungan dengan kepercayaan animisme yang dianut pada masa itu.

Berdasarkan pemahaman di atas, maka ada beberapa pelajaran penting yang dapat kita serap antara lain; Bahwa ragam hias tradisional Minangkabau berasal dari tradisi motif hias menhir yang diciptakan oleh masyarakat zaman megalitikum. Selain sebagai tanda kubur atau mejan, menhir juga dapat kita pandang sebagai sebuah karya seni patung yang sarat dengan makna yang berhubungan dengan fenomena kehidupan masyarakat zaman megalitikum. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa tradisi seni patung di Minangkabau telah ada sejak dahulu kala yaitu sejak zaman Megalitikum.
 
Berita Budaya Lainnya

Video Pilihan


Pelaksanaan UKK KKBT Tahun 2022

Desain Interior dan Teknik Furnitur SMK N 4 Padang

PAMERAN INTERIOR DUA SEKOLAH PUSAT KEUNGGULAN RESMI ...

DESAIN INTERIOR SMKN 4 PADANG SIAP PASARKAN PRODUK ...

JAMAIDI PELUKIS SMKN 4 PADANG YANG MENDUNIA

PAMERAN INTERIOR KOLABORASI SEKOLAH PUSAT KEUNGGULAN ...

Film Animasi No Mercy Karya siswa SMKN 4 Padang

Behind The Sound SURGA UNTUK MAMA
Login
Username:

Password:

  Registrasi?
Advance
Selamat Datang :
Guest(s): 0
Member(s): 0
Total Online: 0
NISN
test